Deretan Fakta Kasus Pabrik Uang Palsu di Kampus UIN Alauddin Makassar

21 December 2024 23:38

Satu dari 17 tersangka kasus uang palsu yang diproduksi di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar ternyata pernah berencana maju Pilkada. Hanya saja keinginannya untuk maju Pilkada kandas, lantaran tak ada partai politik yang mengusungnya. Meski sosok tersangka tersebut batal maju, namun uang palsu yang telah diproduksi sempat beredar saat Pilkada. 

Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Pol Yudhiawan Wibisono membenarkan uang palsu tersebut sempat akan digunakan tersangka di Pilkada Barru 2024. Menurut Yudhiawan, tersangka memiliki niat menjadikan uang palsu itu untuk politik uang (money politic).

"Uang-uang yang dicetak ini akan dipakai untuk itu (politik uang di Pilkada), tapi jadi karena tidak ada partai yang menyalonkan," jelas Yudhiawan.

Selain itu, polisi juga mengungkap mesin cetak yang digunakan untuk memproduksi uang palsu di UIN Alauddin Makassar ternyata didatangkan dari Tiongkok. Mesin ini dibeli dengan harga Rp600 juta. Polisi menyita 98 barang bukti dalam kasus sindikat uang palsu di UIN Alauddin, termasuk menyita surat berharga negara dan sertifikat deposit Bank Indonesia.

"Ini juga ada yang menarik, ada satu lembar kertas surat berharga negara SBN senilai Rp700 triliun. Kemudian dari beberapa alat bukti yang lain ada tinta, mesin, kaca pembesar, dan lain-lain sebagainya. Totalnya ada 98 item," tuturnya. 
 

Baca juga: BI Minta Masyarakat Waspada Peredaran Uang Palsu

Sementara dua orang aparatur sipil negara (ASN) Pemprov Sulawesi Barat terancam dipecat, sebab diduga terlibat dalam kasus pembuatan uang palsu di UIN Alauddin Makassar.

Penjabat Gubernur Sulbar, Bahtiar Baharuddin mengatakan akan menjatuhkan sanksi pemecatan, jika dua ASN yang diduga terlibat pembuatan uang palsu terbukti bersalah. Bahtiar menegaskan pihaknya menghargai proses hukum yang berlangsung dan mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Sebelumnya seorang pegawai honorer UIN Alauddin Makassar berinisial MB ditangkap polisi. Pihak kepolisian kemudian mengembangkan kasus ini dan menangkap empat orang di Mamuju dengan barang bukti uang palsu Rp11 juta dan Rp9 juta uang palsu yang telah diedarkan.

"Dari sisi saya sebagai gubernur, aturan ASN menyatakan bahwa pegawai itu bisa diberi sanksi mulai dari yang ringan sampai yang paling berat, sanksi pemecatan. Tetapi itu harus dilakukan setelah inkrah, sudah berkekuatan hukum tetap," jelas Bahtiar.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggie Meidyana)