16 January 2024 15:38
Kenaikan pajak hiburan sebesar 40%-70% kini menjadi perdebatan panas. Hal ini menjadi perhatian berbagai pihak karena kekhawatiran pelaku usaha akan sepinya dunia hiburan di Indonesia.
Pajak hiburan memang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Berdasarkan pasal 58 ayat 2, disebutkan bahwa pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40?n paling tinggi 75%. Namun tarif itu akan ditetapkan lebih lanjut berdasarkan peraturan daerah.
Pajak hiburan merupakan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota, yang pajaknya dibayarkan oleh konsumen sehingga pelaku usaha hanya memungut pajak yang telah ditetapkan.
Pajak hiburan sendiri menjadi salah satu penopang penerimaan pajak di daerah. Dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat 15 Desember 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pajak daerah tumbuh didorong oleh peningkatan realisasi pajak dari sektor ekonomi yang bersifat konsumtif. Seperti pajak hotel, hiburan, restoran, dan parkir.
Adapun realisasi penerimaan pajak daerah hingga November 2023 sebesar Rp22 triliun atau tumbuh 3,8% secara tahunan.
Namun pajak hiburan di Indonesia dengan sejumlah negara lain terlampau jauh perbedaanya. Misalnya di Singapura 15%, Malaysia 10?ri sebelumnya 25%, Amerika Serikat 9?n Thailand yang juga turun menjadi 5%.
Kenaikan ini pun menuai protes dari sejumlah asosiasi pengusaha. Salah satunya dari Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya yang menilai kenaikan ini sangat drastis.
"Masak dari 15% menjadi 40%, ini kalau kenaikan iya pelan-pelan ojo kesusu. Jadi jangan kagetin usaha dan itu akan mematikan usaha, itu ekstremnya," jelasnya.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Ketua Umum Asphija, Hana Suryani. Ia menilai aturan pajak hiburan terbaru ini tidak mengakomodasi kepentingan pengusaha. Terlebih lagi industri hiburan di Indonesia baru pulih dari pandemi covid-19 sehingga sulit untuk menyesuaikan diri dengan aturan ini.