Pihak Teddy Minahasa menuding bahwa jaksa salah dakwaan dengan menerapkan Pasal 114 dan Pasal 112 UU Narkotika. Kuasa hukum Teddy, Hotman Paris Hutapea, menganggap dakwaan terhadap Inspektur Jenderal Teddy Minahasa, banyak cacatnya. Seharusnya, Teddy dijerat dengan Pasal 140 soal penyidik yang melanggar aturan tata cara penyimpanan barang bukti narkotika.
Menanggapi hal itu, pakar hukum pidana Asep Iwan Iriawan menyebut penerapan pasal merupakan kewenangan jaksa bukan merupakan kewenangan pengacara. Asep menyebut pengacara hanya bisa menyangkal bahwa pasal yang didakwakan jaksa tidak terbukti.
"Soal menggunakan pasal, kewenangan jaksa untuk dibuktikan dakwaan itu, dan kewenangan penasehat hukum untuk membuktikan sebaliknya bahwa pasal-pasal itu salah," ujar Asep dalam wawancara, Kamis (16/3/2023).
Sementara itu, menurut mantan Wakapolri, Komjen (Purn) Oegroseno, negara harus mempunyai rumah penyimpanan benda sitaan negara. Karena Oegroseno menyebut, benda hasil sitaan negara tidak bisa disimpan oleh penyidik di kantor maupun di ruangan.
"Ada pelajaran bagus untuk ke depannya nanti, rumah penyimpanan benda sitaan negara prioritas untuk narkoba harus dibangun segera. Jadi tidak ada istilah aparat memiliki, namun dia tidak bersalah," ujar Oegroseno.
Dalam kasus ini, Irjen Teddy Minahasa didakwa menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu hasil barang sitaan seberat lebih dari 5 gram.
Perbuatan itu dilakukan Teddy bersama tiga orang lainnya, yakni mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Doddy Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan juga Linda Pujiastuti