Wacana pengaturan mengenai siapa yang boleh melakukan pendakian gunung kembali mencuat usai kejadian yang menimpa Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang meninggal saat mendaki Gunung Rinjani. Publik pun mempertanyakan urgensi pembentukan regulasi yang ketat bagi pendaki gunung.
Ketua Umum Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia Rahman Mukhlis menegaskan bahwa kegiatan wisata gunung memang masuk dalam kategori wisata minat khusus yang sarat dengan risiko, tantangan, dan ketidakpastian. Oleh karena itu, ia menilai bukan membatasi siapa yang boleh naik, melainkan lebih kepada penataan dan pengklasifikasian jalur berdasarkan tingkat kesulitan.
“Bukan berarti tidak boleh naik gunung, tapi perlu disadari bahwa ada jalur-jalur dengan tingkat kesulitan tertentu. Jadi bagi pendaki pemula, sebaiknya memilih jalur gunung yang ringan terlebih dahulu, baru secara bertahap ke jalur yang lebih berat,” kata Rahman dikutip dari Selamat Pagi Indonesia Metro TV pada Selasa, 8 Juli 2025.
Ia juga mendorong agar sertifikasi pemandu menjadi hal yang wajib demi menjamin keselamatan pendaki. Menurutnya, edukasi terhadap pemandu harus dilakukan secara menyeluruh agar profesionalisme dalam mendampingi pendaki bisa terus dijaga.
Sementara itu, Nava Andromeda, seorang trekking organizer dari Gunung Rinjani, mengungkapkan bahwa para pemandu dan porter resmi yang terdaftar di Taman Nasional Gunung Rinjani sudah melalui proses edukasi dan pelatihan. Mereka juga diwajibkan melakukan briefing menyeluruh sebelum pendakian dimulai.
“Biasanya briefing mencakup gambaran hari per hari perjalanan, termasuk kondisi jalur yang akan dilalui, seperti medan berpasir, jalan yang sempit, atau tanjakan curam. Kami juga melakukan pendekatan personal agar peserta tidak kaget dan bisa menjalani pendakian dengan lebih siap,” ujar Nava.
Ia menambahkan, jika terjadi kelalaian oleh pemandu yang menyebabkan insiden, sanksi tegas akan diberikan. Bahkan bisa sampai masuk daftar hitam dan tidak diperbolehkan bekerja sama lagi dengan penyelenggara pendakian.
Lebih jauh, Nava menekankan pentingnya sikap dan pendekatan psikologis dari para pemandu selama proses pendakian.
“Pemandu itu harus selalu memberikan semangat, bersikap positif, dan tidak menyampaikan hal-hal yang membuat peserta panik atau takut. Misalnya, ketika peserta bertanya apakah perjalanan masih jauh, kita tidak boleh membuat mereka khawatir. Yang penting adalah menjaga kondisi mental dan fisik peserta agar tetap aman dan nyaman,” ujarnya.
(Tamara Sanny)