21 October 2023 15:36
25 tahun yang lalu, bangsa Indonesia lepas dari belenggu rezim otoriter Orde Baru dan melangkah memasuki era reformasi dengan harapan ruang untuk kebebasan sipil semakin terbuka selebar-lebarnya. Namun faktanya kebebasan sipil khususnya dalam menyampaikan pendapat justru semakin tidak terjamin.
9 tahun lalu tepat pada 20 Oktober 2014 saat Presiden Joko Widodo dilantik untuk pertama kalinya memimpin republik ini, publik menaruh harapan besar Indonesia bisa meningkatkan indeks kebebasan sipil dan demokrasi yang semakin baik.
Namun semua harapan itu tinggal harapan. Banyaknya data yang menunjukkan bahwa kebebasan sebagai syarat mutlak demokrasi di Republik ini justru kian merosot.
Seperti data yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit yang menunjukkan indeks demokrasi pada aspek kebebasan sipil pada 2019-2020 yang mendapat skor hanya 5,59, jauh dari skor rerata 6,48. Dan jika dibandingkan dalam 15 tahun terakhir, skor kebebasan sipil pada 2022 memang bukan yang terendah, tapi harus diakui mengalami penurunan.
Selain kebebasan sipil, skor aspek budaya politik Indonesia juga terus merosot. Data 2022 menunjukkan skor budaya politik tercatat hanya 4,38, bahkan menjadi yang terendah dalam 15 tahun terakhir.
Sementara itu data dari freedomhouse.org, sebuah organisasi nirlaba yang bermarkas di Washington DC yang sejak 1973 sudah menyusun indeks demokrasi beberapa negara di dunia, menunjukkan bahwa indeks demokrasi Indonesia terus merosot.
Tren skor kebebasan di Indonesia terus turun dari 2014 yang sempat menyentuh 65 poin dari skala penilaian 0 hingga 100, kini di 2023 hanya menyentuh skor 58 poin.
Dan jika dilihat dari dua komponen besar pengukurannya, skor kebebasan sipil lagi-lagi merosot. Bahkan berdasarkan rilis terbaru skor kebebasan sipil di Republik ini hanya 28 poin. Sementara itu skor komponen hak-hak politik juga tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan dan malah cenderung stagnan di 30 poin.
Tidak heran jika dalam laporannya The Economist Intelligence Unit menegaskan Indonesia adalah negara dengan demokrasi yang cacat atau flawed democracy. Negara dalam kelompok cacat ini masih memiliki masalah fundamental seperti rendahnya kebebasan pers, budaya politik yang anti kritik, partisipasi politik warga lemah serta kinerja pemerintah yang belum optimal.
Data di atas menunjukkan bahwa kualitas demokrasi selama 9 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo masih dibayangi oleh rapuhnya jaminan pada hak-hak sipil.
Pemerintah juga dinilai belum maksimal menjamin kebebasan sipil yang merupakan variabel penting dalam demokrasi rakyat. Kini sudah saatnya pemerintah perlu menunjukkan perhatian untuk menangani jaminan kebebasan untuk berpendapat. Selain sebagai mandat konstitusi, hak sipil ini juga menjadi bagian penting untuk membangun demokrasi yang kokoh di Republik ini.