Sebagian besar Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Jakarta kini mengalami kelebihan kapasitas. Berdasarkan data Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, lebih dari 80 persen TPU sudah penuh dan hanya mampu menampung makam baru hingga 2028.
Dari total 16 TPU yang ada di Jakarta Selatan, sembilan di antaranya telah penuh, seperti di Kampung Kongsi, Pejaten Timur, Kebagusan, Pisangan, Jagakarsa, Tanjung Barat, Pejaten Barat, dan Cikoko. Sementara tujuh TPU lainnya juga hampir mencapai kapasitas maksimal dengan tingkat keterisian di atas 95 persen.
Secara keseluruhan, Jakarta memiliki 80 TPU yang tersebar di lima wilayah kota. Namun, 69 di antaranya sudah tidak menerima pemakaman baru dan hanya melayani sistem makam tumpang, yaitu menumpuk jenazah di makam keluarga yang telah ada sebelumnya.
Sisa lahan terbatas
Hingga Oktober 2025, tersisa 11 TPU yang masih dapat menampung pemakaman baru. Di Jakarta Timur, TPU yang masih tersedia ada di Rawa Terate, Cipayung, Cilangkap, Bambu Apus, dan Cipinang Besar. Sementara di Jakarta Selatan, terdapat TPU Tanah Kusir, Srengseng Sawah, dan Kampung Kandang. Di Jakarta Barat, TPU Tegal Alur dan Pegadungan masih memiliki lahan, dan di Jakarta Utara hanya TPU Rorotan yang masih tersedia.
Dengan rata-rata 100 jenazah dimakamkan setiap hari, kapasitas sebanyak 118.348 petak makam diperkirakan hanya akan bertahan selama tiga tahun ke depan. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebutuhan lahan pemakaman di Jakarta semakin mendesak dan membutuhkan langkah cepat dari pemerintah.
Implikasi dan tantangan
Krisis lahan makam di Jakarta menimbulkan sejumlah dampak serius. Keterbatasan lahan membuat sebagian besar TPU tidak lagi menerima pemakaman baru, sehingga diberlakukan sistem makam tumpang. Warga yang tidak memiliki makam keluarga terpaksa dimakamkan di TPU lain yang masih tersedia, meskipun jaraknya jauh dari tempat tinggal. Selain itu, kepadatan makam menjadi tidak terhindarkan, bahkan jarak antar makam kini hanya sekitar 20 sentimeter.
Meski sistem tumpang dan pengalihan makam menjadi solusi sementara, keduanya bukan langkah jangka panjang yang ideal. Pemerintah menghadapi tantangan dalam menyesuaikan kebijakan dengan adat dan budaya masyarakat yang masih kuat menolak sistem makam tumpang. Di sisi lain, penataan lahan yang terbatas sering kali membuat area pemakaman terlihat tidak tertata rapi.
Pemerintah juga perlu melakukan perencanaan dan kajian
komprehensif agar kebijakan yang diterapkan benar-benar efektif dan berkelanjutan. Sosialisasi yang tepat kepada masyarakat menjadi hal penting agar kebijakan baru dapat diterima dengan baik.
Langkah Pemprov DKI
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini tengah mencari solusi jangka panjang untuk mengatasi persoalan ini. Gubernur Jakarta Pramono Anung telah menginstruksikan Dinas Pertamanan dan Pemakaman untuk membuka lahan baru dan memanfaatkan kembali area pemakaman yang sebelumnya diperuntukkan bagi korban COVID-19, seperti di TPU Rorotan, Jakarta Utara.
Upaya ini diharapkan menjadi langkah awal dalam penataan sistem pemakaman yang lebih berkelanjutan. Dengan perencanaan yang matang dan dukungan masyarakat,
krisis lahan makam di Jakarta diharapkan dapat teratasi, sehingga kebutuhan pemakaman warga tetap terpenuhi hingga tahun-tahun mendatang.
(Aulia Rahmani Hanifa)