Subsidi Ambyar Salah Sasaran
N/A • 24 May 2023 22:23
Pemerintah resmi mengeluarkan kebijakan pemberian subsidi untuk kendaraan listrik. Ketentuan itu mulai berlaku per 1 April 2023 lalu. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk pemberian subsidi kendaraan listrik itu total dananya sekitar Rp7 triliun. Dana itu akan dialokasikan untuk 1 juta unit motor listrik baru.
Artinya, subsidi dari pemerintah sebesar Rp7 juta untuk setiap kendaraan dan berlaku sepanjang 2023-2024. Dana sebesar itu tentu bukan jumlahnya yang sedikit, belum lagi subsidi untuk mobil listrik. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, besaran subsidi untuk mobil listrik pada tahun ini sebesar Rp 1,6 triliun dan akan meningkat menjadi Rp 4,9 triliun pada 2024.
Di tengah utang yang terus membengkak dan kondisi perekonomian global yang sedang tidak baik-baik saja, pemerintah semestinya lebih bijak dalam mengelola anggaran. Alih-alih berhemat, ini malah mengeluarkan kebijakan yang hanya dinikmati segelintir masyarakat. Wajar jika kebijakan subsidi kendaraan listrik ini menuai kritik, termasuk dari parlemen maupun netizen.
Lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mendapat temuan sebanyak 85,8% warganet menolak kebijakan subsidi ini. Temuan tersebut diperoleh dari riset yang dilakukan di media sosial, khususnya Twitter, pada rentang 8-12 Mei 2023.
Dari jumlah yang menolak itu, sebanyak 58,6?ri menilai kebijakan subsidi listrik itu hanya akan menguntungkan pihak tertentu, yakni kelompok yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke atas. Dari temuan yang didapatkan INDEF, sebagian netizen juga menilai bahwa kebijakan subsidi kendaraan listrik akan menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi pejabat pemerintahan yang berstatus juga sebagai pengusaha.
Apa yang disampaikan warganet itu semestinya jadi perhatian pemerintah. Para calon pembeli kendaraan listrik itu adalah golongan mampu yang tidak butuh disubsidi. Lagi pula, masih banyak sektor lain yang lebih krusial untuk mendapat bantuan serta intervensi negara, seperti pertanian, perikanan, maupun tekstil. Subsidi pupuk, misalnya, dari tahun ke tahun justru malah turun. Dari 2019 yang semula jumlahnya Rp34,3 triliun menjadi hanya Rp24 triliun pada tahun ini. Padahal sektor ini menyangkut nasib kehidupan jutaan petani.
Bagaimana mereka mau menghasilkan komoditas yang berkualitas, bahkan bersaing dengan produk impor, jika subsidi pupuk saja terus dikebiri? Bukankah lebih baik subsidi kendaraan listrik dialihkan kepada wong cilik ini?
Tidak hanya petani, industri tekstil yang tergulung pakaian impor bekas dan barang-barang dari Tiongkok, juga butuh perhatian pemerintah. Ada jutaan buruh yang tergantung nasibnya dari sektor itu. Belum lagi tenaga kesehatan yang kemarin dielu-elukan sebagai pahlawan saat pandemi, juga butuh uluran tangan terkait perbaikan upah.
Begitu juga dengan tenaga guru honorer yang hingga kini masih terkatung-katung nasibnya. Mereka-mereka inilah yang perlu uluran tangan pemerintah. Di tengah kondisi ini, kebijakan pemberian subsidi kendaraan listrik rasanya memang bukan sesuatu bijak dan tepat. Kebijakan politik anggaran haruslah diperuntukan untuk masyarakat banyak, bukan segelintir orang, apalagi hanya untuk para pemburu rente.
(M. Khadafi)