3 December 2025 09:06
Bencana Sumatra di tiga provinsi, Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, menyisakan duka yang mendalam. Per Selasa (2/12) siang, korban tewas bertambah menjadi 659 orang dan jumlah korban hilang sebanyak 475 orang di tiga provinsi terdampak.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, korban luka-luka akibat banjir bandang angkanya mencapai 2.600 orang. Sementara itu, warga terdampak bencana Sumatra mencapai 3,2 juta jiwa, yang kalau disatukan jumlahnya setara dengan seluruh penduduk Kota Surabaya.
Kita mendorong agar jajaran pemerintah bersama dengan TNI-Polri serta Basarnas segera mencari ratusan korban yang masih hilang. Tentunya kita berharap mereka dapat ditemukan dalam kondisi hidup sehingga bisa segera berkumpul dengan keluarga tercinta.
Yang tidak kalah penting untuk difokuskan saat ini ialah memulihkan segera infrastruktur vital, baik akses jalan, jembatan, listrik, air minum, dan lain-lain. Fasilitas pelayanan publik yang diluluhlantakkan banjir harus segera diperbaiki.
Salah satunya di Desa Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, yang masih dalam kondisi terisolasi. Akses darurat sudah dibuat, tetapi masih belum mampu dilalui kendaraan. Akibatnya, warga terpaksa berjalan sejauh 3 kilometer untuk mengambil bantuan.
Garoga merupakan daerah yang paling parah terdampak bencana banjir bandang. Desa seluas 995 ribu meter persegi itu luluh lantak, hilang dihantam badai air bercampur batang kayu pohon, batu, dan lumpur. Garoga selama ini dikenal sebagai lumbung padinya Tapanuli Selatan.
Baca juga:
Podium MI: Bumi Hangus di Sumatra |
Yang juga harus diperbaiki ialah akses jalan menuju Kabupaten Aceh Tamiang. Genangan air setinggi 50-100 cm menghambat bantuan menuju wilayah tersebut. Warga mengalami krisis makanan dan air bersih, bahkan dilaporkan mengonsumsi sisa makanan yang terseret arus banjir.
Aceh Tamiang yang sudah terisolasi selama enam hari dan Desa Garoga hanya dua contoh kecil. Masih banyak wilayah terdampak bencana banjir bandang dan tanah longsor termasuk di Sumatra Barat yang sangat membutuhkan gerak cepat dari pemerintah.
Pemulihan pascabencana ini amat penting agar masyarakat dapat segera bangkit dari keterpurukan. Setiap hari yang terlewat tanpa tindakan sama saja memperpanjang derita para penyintas yang telah kehilangan rumah, keluarga, dan masa depan yang telah mereka rancang.
Selain pencarian korban hilang, pembukaan akses, dan pemulihan pascabencana, publik berharap pemerintah pusat terus membuat terobosan. Ada banyak cara yang bisa ditempuh, misalnya pemerintah membuat sejumlah kebijakan mulai dari menangguhkan utang bank, pinjaman dengan bunga 0%, hingga santunan bagi korban tewas.
Kalaupun Presiden Prabowo Subianto tidak menetapkan nestapa Sumatra sebagai bencana nasional, sekurang-kurangnya ada angin segar yang bisa ia berikan. Ini penting agar para korban mendapat kepastian bahwa negara benar-benar hadir di saat paling kelam dalam hidup mereka.
Apalah esensi bernegara bila kehadiran saja sulit dirasakan oleh warganya? Mereka telah menjadi korban akibat kebijakan yang melapangkan terjadinya deforestasi serta kebijakan rakus lahan lainnya. Masak memberikan pemulihan yang layak saja negara tidak mampu?
Inilah saat bagi negara untuk menunjukkan keberpihakan kepada warganya. Di saat bersamaan, publik berharap ke depannya negeri ini diasuh dengan kebijakan yang ramah alam agar alam tak terus-menerus disakiti.