Bedah Editorial MI - Jangan Permainkan Hukum

21 October 2025 08:50

Tepat pada usia satu tahun pemerintahan yang ia pimpin, Presiden Prabowo Subianto mengingatkan jajaran penegak hukum untuk mengedepankan hati nurani dalam menegakkan hukum. Kepala Negara mengatakan hukum tak boleh ditegakkan secara tebang pilih dan hukum juga tak boleh buta nurani.

Kepala Negara menyatakan secara lugas bahwa hukum tidak boleh tumpul ke atas dan tajam ke bawah. "Itu zalim. Itu angkara murka. Jahat. Orang kecil, orang lemah, harus dibela, harus dibantu," tandas Presiden.

Dengan tegas, kalimat itu disampaikan Presiden Prabowo saat bertandang ke Kantor Kejaksaan Agung. Pada momen tersebut, Kejagung secara simbolis mengembalikan uang negara sebesar Rp13 triliun yang sempat dikorupsi dalam kasus permainan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

Presiden mengapresiasi pengembalian uang negara dalam jumlah besar itu. Namun, Presiden sekaligus menyentil masih adanya jaksa nakal, utamanya di daerah, bahkan dengan masyarakat kecil sebagai korban mereka.

Sentilan Kepala Negara itu sangat melegakan. Prabowo benar-benar menangkap kegelisahan publik atas masih adanya praktik jual beli hukum. Praktik itu membuat hukum tidak berjalan di rel yang mewujudkan keadilan, khususnya bagi yang lemah, tapi bisa dibengkokkan untuk membela yang punya uang dan kuasa. Presiden ingin meluruskan kembali jalan hukum yang hingga kini masih bengkok.

Masih merajalelanya korupsi di negeri ini menandakan bahwa hukum masih lemah, baik dalam tataran norma maupun aksi para penegaknya. Hukum belum digdaya di mata para pencoleng uang negara. Pada saat bersamaan, hukum sangat sakti dan kuat di hadapan seorang yang lemah, yang melakukan pelanggaran ringan.

Fakta itu menjadi potret buram penegakan hukum yang hendak diakhiri oleh Presiden. Pernyataan Kepala Negara agar kejaksaan tak mudah mengkriminalisasi rakyat kecil dapat dimaknai sebagai bentuk kegeramannya selama ini. Bahkan, jika menyimak diksi yang dipakainya, yakni zalim dan jahat, dapat dikatakan sentilan Presiden itu sudah ke arah tamparan dalam makna positif.
?

Baca juga: Kejagung Serahkan Rp13,3 Triliun Sitaan Korupsi CPO ke Negara

Tamparan seperti itu, dalam situasi saat ini, jelas dibutuhkan agar kejaksaaan tetap terus terjaga kesadaran dan nurani mereka. Apalagi, pada Januari 2026, UU Nomor 1/2023 tentang KUHP mulai berlaku. KUHP baru yang menggantikan hukum usang warisan kolonial Belanda itu mengakui keberadaan hukum adat dan nilai sosial masyarakat. Diakuinya, nilai adat dan sosial masyarakat dalam norma baru hukum itu jelas membutuhkan penegak hukum yang cerdas dalam berpikir dan nurani yang terasah dalam menafsirkan tiap pasal.

Penegak hukum yang sepanjang kariernya hanya hafal teks KUHP jelas sudah tidak memadai lagi. Negeri ini sudah beranjak ke penegakan hukum yang kian bermartabat, yang tidak hanya menggunakan teks, tapi juga paham konteks.

Jaksa tidak hanya memainkan peran sebagai penuntut umum yang memang menjadi tugas pokok mereka, tapi juga harus memastikan penegakan hukum berpihak pada nilai kemanusiaan. Di berbagai kesempatan, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin kerap mengingatkan masyarakat agar tidak mengharapkan penegakan hukum yang hanya benar secara normatif, tapi juga harus dapat menyentuh perasaan dasar manusia mengenai apa yang adil dan bermanfaat.

Jaksa dituntut menyelaraskan antara norma hukum yang kaku dan hati nurani guna terciptanya penegakan hukum yang human.

Karena itu, kita perlu mengapresiasi tamparan Presiden agar Korps Adhyaksa tak cuma tersadar, tapi juga segera meng-upgrade diri dengan nilai-nilai baru hukum. Penerapan hukum yang hidup (living law) dapat menjadi jembatan agar norma hukum dan rasa keadilan publik dapat berjalan beriringan.

Dengan tamparan Presiden itu, publik berharap tidak ada lagi kasus-kasus pengistimewaan seseorang di muka hukum seperti yang terjadi dengan belum juga dieksekusinya terpidana Silfester Matutina ke bui. Padahal, sejak 2019, Mahkamah Agung telah memvonisnya 1 tahun 6 bulan penjara.

Peringatan Presiden sangat gamblang dan selaras dengan kehendak rakyat, yakni menjadikan hukum sebagai payung keadilan yang bermartabat. Peringatan Presiden itu tidak hanya patut didukung, tapi juga harus dijalankan tanpa ditawar-tawar lagi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggie Meidyana)