Editorial Malam - Melawan Kecurangan dengan Hak Angket

21 February 2024 22:48

Ketika sebuah pelaksanaan kebijakan diyakini menyimpan banyak pertanyaan dan persoalan, ia mesti dipertanyakan dan dipersoalkan. Begitu pula Pemilu 2024 kali ini, pemilu yang oleh banyak kalangan dianggap paling buruk, paling tidak bermutu, bahkan paling brutal.

Pemilu memang sudah menyelesaikan tahapan terpentingnya, yakni pemungutan suara yang mesti kita syukuri berlangsung damai. Kini, tahapan sedang menapaki penghitungan dan rekapitulasi suara, yang sekaligus kian mencuatkan tanda-tanda siapa yang bakal juara. 

Untuk pilpres, Prabowo Subianto-Gibran Rakabumungin Raka terus berada di depan. Baik versi hitung cepat lembaga-lembaga survei maupun real count Komisi Pemilihan Umum, pasangan nomor urut 2 itu mendominasi raihan suara di atas 55%. Jika tak ada perubahan yang luar biasa, Prabowo-Gibran akan menjadi pemimpin bangsa berikutnya.

Kendati begitu, sejatinya pemilu masih jauh dari kata usai. Secara substansi, ada persoalan serius, sangat serius, karena pesta demokrasi kali ini dihelat tidak berlandaskan prinsip-prinsip demokrasi. 

Berbagai pelanggaran dan beragam kecurangan kental mewarnai. Tak cuma pada saat pelaksanaan, akal-akalan sudah berlangsung jauh-jauh hari sebelumnya. Skalanya tidak main-main. Hukum dirusak, etika dan moral ditabrak. Pelakunya juga tidak sembarangan. Dari atas sampai bawah, dari hulu ke hilir, dari awal sampai akhir, itulah faktanya.

Pemilu bukan sekadar kalah menang. Yang kalah tak sulit untuk legawa jika pemenang mendapatkan kemenangan tidak dengan cara-cara curang. Kalau yang terjadi sebaliknya, maka bukan hal luar biasa jika kemudian ada yang mempersoalkan dan menggugatnya.

Pada konteks itu, berbagai langkah yang sudah, sedang, dan akan dilakukan berbagai pihak dalam melawan kecurangan amatlah relevan. Rencana Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD menggugat hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi sah dan wajar. Upaya itu dijamin undang-undang, dibolehkan oleh ketentuan.

Juga sah dan wajar wacana penggunaan hak angket di DPR guna menyikapi pelaksanaan pemilu yang sarat cacat. Hak angket untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang dianggap penting, strategis, dan berdampak luas pada masyarakat adalah instrumen yang legal. 

Hak angket bisa dioptimalkan untuk membuat terang pemilu dari kegelapan dan mengurai kekarutmarutan kontestasi yang nyaris paripurna. Ia bukan untuk memprovokasi, bukan untuk memanaskan situasi. 

Seusai ketentuan, pembentukan pansus hak angket harus didasarkan pada urgensi dan memenuhi syarat yang diatur undang-undang. Syarat ini mendapatkan pembenaran karena kecurangan dan pelanggaran dalam pemilu gila-gilaan, keterlaluan, dan sangat mendesak untuk diselesaikan. 

Dengan menggugat ke MK, kekisruhan dalam pemilu ada potensi dikoreksi melalui jalur hukum. Dengan penggunaan hak angket di DPR, ketidakberesan dalam pesta demokrasi bisa dijawab, bisa diluruskan, secara terbuka melalui jalur politik. Keduanya sama-sama sah.

Yang tak sah justru upaya untuk menghalangi cara-cara yang sah itu. Yang tak wajar adalah menyebut para penggugat kecurangan dan pelanggaran adalah refleksi ketidakrelaan karena kalah. Tak baik pemenang punya mental penekan. 

Mempersoalkan kecurangan dan pelanggaran dalam pemilu adalah  perjuangan menegakkan kebenaran, menyelamatkan demokrasi. Apa pun caranya, asal konstitusional, ia layak dihormati dan didukung.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Nopita Dewi)