Tidak pernah ada ruang sekecil apapun untuk mendikte Presiden Joko Widodo dalam memilih para pembantunya di kabinet. Itu sepenuhnya menjadi hak prerogatif Kepala Negara, hak istimewa yang diturunkan langsung dari konstitusi.
Tetapi, selalu terbuka ruang buat publik menyuarakan harapan agar presiden menggunakan keistimewaan yang dimilikinya di atas biduk kebijaksanaan. Karena hanya dengan kebijaksanaan, pemerintahan Jokowi akan mampu berlari kencang dan tetap seimbang.
Tanpa kebijaksanaan, roda pemerintahan dipastikan menjadi goyang. Publik tentu tidak ingin itu terjadi, rakyat ingin roda di pemerintahan ini terus menggelinding mulus hingga akhir masa jabatan, stabil dan tidak berguncang-guncang. Rakyat ingin mengenang Presiden Jokowi sebagai negarawan bukan sosok yang berhasrat memperkuat kekuasaan. Itu sebabnya, ruang bagi publik untuk menyuarakan penggunaan hak prerogatif harus dibuka selebar-lebarnya, diartikulasikan seluas-luasnya.
Publik mempertanyakan kabar Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo akan menjadi Menkominfo. Kalau ini sampai terjadi, kabinet ini terancam menjadi arisan keluarga. Bukankah sudah ada putri Hary di kabinet, yaitu Wakil Menparekraf Angela Tanoesoedibjo?
Ketua Bidang Politik dan Kebijakan Publik DPP Partai Perindo Heri Budianto yang mengapungkan isu tersebut, Kamis (18/5/2023). Heri juga membocorkan informasi bahwa Hary Tanoe sudah dua kali bertemu dengan Jokowi dan terlibat diskusi internal.
Publik digantung dalam tanda tanya, karena tidak ada secuil pun bantahan dari Presiden Jokowi ketika dicecar wartawan di pangkalan TNI AU, Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Jumat (19/5/2023) pagi. Belum terang siapa calon pengganti Johnny G Plate yang sedang terjerat masalah. Diamnya Jokowi memang belum tentu lampu hijau buat Hary Tanoe, bisa saja Menkominfo yang baru tetap dari partai semula.
Di titik inilah, publik berharap Jokowi bersikap bijaksana menjadi negarawan tulen alih-alih lebih mengikuti tarikan pragmatisme kekuasaan. Publik berharap diamnya Jokowi karena memang sedang menyiapkan tradisi berkonsultasi dengan partai politik, sama seperti ketika ia mencari pengganti Menpora Imam Nahrawi, Menteri Sosial Idrus Marham, Menteri Sosial Juliari Batubara, dan Menteri KKP Edhy Prabowo. Tradisi baik tentu perlu dipertahankan, apalagi hak prerogatif sejatinya hak istimewa bukan hak suka-suka Kepala Negara.