Akankah Putusan MA Masuk Dalam PKPU?

12 June 2024 13:09

Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan terkait batas usia calon kepala daerah mendapatkan perhatian publik. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan, Putusan MA masih dibahas bersama KPU dengan pemerointah dalam hal ini Kementrian Hukum dan HAM.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyanti memberikan tanggapannya terkait sikap KPU dengan Putusan MA.

"Kalau menurut saya, KPU abaikan saja putusan MA, karena KPU itu kan dalam membuat aturan teknis berupa Peraturan KPU itu harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya. Dalam hal ini adalah Undang-Undang Pilkada. Pasal 7 Undang-Undang Pilkada menyebutkan bahwa syarat untuk menjadi calon itu usia minimalnya adalah 30 tahun. Undang-Undang Pilkada tidak menyebutkan syarat 30 tahun itu untuk pelantikan, tapi syarat sebagai calon. Jadi syarat calonnya yang diatur dalam undang-undang pilkada. Undang-Undang pilkada ini masih berlaku dan tidak dibatalkan," ujar Khairunnisa.

"Undang-Undang Pilkadanya masih berlaku, tidak dibatalkan. Jadi MA membatalkan PKPU yang sebelumnya. Tapi Undang-Undang Pilkada masih berlaku. KPU kan dalam bekerja perlu berkepastian hukum, taat prosedur, taat peraturan perundang-undangan, jadi kalau taat peraturan perundang-undangannya, abaikan saja putusan mahkamah agung," jelas Khairunnisa

Dia menjelaskan implikasi dari diberlakukannya Putusan MA menandakan KPU yang tidak adil. Karena pendaftaran melalui jalur perseorangan telah selesai. Syarat calon ini berlaku tidak hanya dari partai politik, tapi juga untuk perseorangan. Apabila diterapkan, maka pemberlakuannya akan berbeda antara yang perseorangan dengan jalur partai politik. Dimana jalur perseorangan telah selesai sejak Mei lalu. Sementara jalur partai politik baru akan dibuka di bulan Agustus. Artinya, akan ada pemberlakuan syarat (usia) yang berbeda untuk kompetisi yang sama.

KPU pernah mengabaikan putusan MA yaitu putusan MA terkait dengan kebijakan afirmasi. Padahal di Putusan MA yang terkait dengan kebijakan afirmasi itu jelas-jelas Mahkamah agung mengatakan KPU salah dalam menafsirkan UU Pemilunya. KPU membuat PKPU bertentangan UU Pemilunya. Dalam Putusan MA, MA tidak membatalkan Undang-Undangnya karena ranah MA bukan membatalkan Undang-Undang. Perubahan Undang-Undang adalah ranah Mahkamah Konstitusi.

"Tidak fair mengingat pendaftaran perseorangan telah jalan, telah ditutup masa pendaftarannya dan syarat calonnya 30 tahun nah, sementara pendaftaran lewat partai politik baru agustus kemudian menjadi berbeda pun kan tetap tidak fair sejak awal," ujar khairunnisa.

"Sepanjang UU Pilkada tidak diubah, maka tidak bisa diberlakukan juga ya karena pegangannya kan undang -undang pilkada. Bisa saja 2028 syaratnya berubah karena uu pilkadanya dirubah. namun apabila sampai hari ini kita masih pakai uu pilkada yang sama dengan aturan bahwa syarat 30 tahun itu syarat calon, bukan syarat pelantikan. ya pegang undnag-undangnya," ungkap Khairunnisa.

Menurutnya, salah satu prinsip penyelenggaraan pemilu adalah predictable prosedure, prosedur harus bisa diprediksi dan memiliki timeline yang jelas. Dan penerapan putusan MA dalam PKPU akan melanggar prinsip tersebut.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Diva Rabiah)