Kisruh dugaan pencampuran bahan bakar jenis pertalite dengan pertamax menyeret pertamina ke pusaran kontroversi dan dugaan korupsi tata kelola minyak. Kasus ini menimbukan krisis kepercayaan masyarakat kepada Pertamina. Lantas, apa yang terjadi jika bahan bakar minyak (BBM) dioplos?
Berdasarkan keterangan Kejaksaan Agung (Kejagung), PT Pertamina Patra Niaga membeli BBM oktan 90 pertalite untuk dioplos di depo mereka menjadi BBM oktan 92 pertamax. Kejagung saat ini telah menetapkan sembilan tersangka di antaranya merupakan pejabat Pertamina yang memerintahkan proses blending.
Kejagung menyebut, potensi kerugian negara selama lima tahun dari 2018-2023 mendekati Rp1 kuadriliun. Lantas bagaimana sebenarnya kesesuaian research octane number (RON) BBM dengan rasio kompresi mesin?
- RON 88 premium digunakan untuk kendaraan kompresi mesin 9:1
- RON 90 pertalite digunakan untuk kendaraan kompresi mesin 9:1 - 10:1
- RON 92 pertamax digunakan untuk kendaraan kompresi mesin 10:1 - 11:1
- RON 98 pertamax turbo kadar sulfur rendah, tidak merusak kualitas udara
- RON 100 pertamax racing digunakan untuk kendaraan balap/kompresi mesin lebih tinggi dari 13:1
RON adalah patokan kualitas BBM berdasarkan nilai atau tingkat oktan. Semakin tinggi nilai RON, semakin lambat bahan bakar terbakar dan tidak meninggalkan residu. Sementara itu, Pertamina blak-blakan menyebut pertamax memang melewati proses blending dengan zat aditif untuk kualitas. Penambahan zat aditif telah menggunakan penghitungan standar internasional 0,33 mililiter (ml) per liter BBM menggunakan Afton Chemical dari Amerika Serikat.
Dampak BBM oplosan sangat merugikan konsumen. BBM oplosan dapat mengancam kesehatan mesin mobil, mempengaruhi performa mesin, mempengaruhi ketahanan mesin, efisiensi mesin menurun, emisi gas buang lebih buruk, meningkatkan deposit karbon dalam ruang bakar mesin, bahkan risiko knocking/ suara gemerutuk dalam ruang bakar.