Jakarta: Proklamasi 17 Agustus 1945 menandai babak baru sejarah Indonesia. Namun, kemerdekaan hanyalah langkah pertama. Tantangan membangun negara justru dimulai setelahnya, di tengah ancaman perang, krisis ekonomi, dan perubahan zaman.
Berikut Perjalanan Indonesia Pascakemerdekaan
Masa Awal Kemerdekaan (1945–1949): Mempertahankan yang Baru Diperoleh
Usai proklamasi, euforia kemerdekaan belum lama terasa ketika Belanda kembali berusaha menguasai Indonesia. Bangsa ini menghadapi pertempuran besar seperti Pertempuran Surabaya 10 November 1945, serta rangkaian diplomasi internasional: Linggarjati (1946), Renville (1948), hingga Konferensi Meja Bundar (1949) yang mengakui kedaulatan Indonesia, kecuali Irian Barat yang baru bergabung pada 1963.
Di masa rapuh ini, semangat mempertahankan kemerdekaan lebih kuat dari rasa takut.
Era Demokrasi Parlementer (1950–1959): Muda dan Bergolak
Sistem parlementer membuat pemerintahan sering berganti, rata-rata hanya bertahan setahun. Meski begitu, Indonesia menunjukkan kiprahnya di dunia internasional, termasuk menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung, yang menginspirasi gerakan anti-kolonial.
Namun, instabilitas politik, pemberontakan daerah seperti PRRI/Permesta dan DI/TII, serta kondisi ekonomi yang goyah, menjadi ujian berat bagi republik muda.
Demokrasi Terpimpin (1959–1965): Persatuan di Tengah Gejolak
Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Soekarno kembali memberlakukan UUD 1945 dan memusatkan kekuasaan. Fokus utamanya adalah persatuan nasional dan politik anti-imperialisme.
Namun, periode ini diwarnai ketegangan, termasuk konfrontasi dengan Malaysia dan keluarnya Indonesia dari PBB pada 1965. Puncaknya, tragedi G30S 1965 mengubah arah perjalanan politik bangsa.
Orde Baru (1966–1998): Pembangunan dan Kontroversi
Soeharto resmi menjadi Presiden pada 1968 dengan janji stabilitas dan pembangunan. Pada dekade 1970–1980-an, ekonomi Indonesia tumbuh pesat, mencapai swasembada pangan, dan infrastruktur berkembang pesat.
Namun, pembatasan kebebasan, korupsi, dan kesenjangan sosial terus menumpuk. Krisis moneter 1997 memicu gelombang protes besar, yang berujung pada pengunduran diri Soeharto pada Mei 1998.
Era Reformasi (1998–sekarang): Demokrasi dan Transformasi
Reformasi dimulai di era B.J. Habibie, membawa kebebasan pers, pemilu langsung, dan desentralisasi. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Joko Widodo membawa agenda berbeda, mulai dari demokratisasi, pemulihan ekonomi, pembangunan infrastruktur, hingga transformasi digital.
Kini, Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, meski dihadapkan pada tantangan baru seperti ketimpangan ekonomi, perubahan iklim, dan persaingan global.
Perjalanan Indonesia
pascakemerdekaan membuktikan bahwa membangun bangsa adalah proses panjang. Dari mempertahankan kemerdekaan, membangun ekonomi, menjaga persatuan, hingga beradaptasi di era global, semua menjadi bab penting dalam buku sejarah yang terus ditulis bersama.
Jangan lupa saksikan
MTVN Lens lainnya hanya di
Metrotvnews.com.
(Calista Vanis)