.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali terancam perpecahan usai Muktamar ke-10 di Jakarta, yang berakhir dengan dualisme kepemimpinan antara kubu Muhammad Mardiono dan Agus Suparmanto. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menilai bahwa konflik internal ini menunjukkan PPP tidak belajar dari kesalahan masa lalu yang menyebabkan partai politik tersebut gagal lolos ke Senayan pada Pemilu 2024.
"Seharusnya semua elit partai itu merasa perlunya ada persatuan nasional untuk bisa mengembalikan partai ini ke Senayan. Terjadi justru perpecahan antara elit mereka dan ini menunjukkan sekali lagi bahwa PPP tidak belajar dari kesalahan," ujar Burhanuddin dikutip dari
Primetime News, Metro TV, Senin, 29 September 2025.
Burhanuddin menambahkan, kedua figur memiliki persoalan masing-masing yang memperkeruh suasana. Di satu sisi, Mardiono telah gagal membawa PPP lolos ambang batas parlemen saat menjabat sebagai ketua umum.
"Mardiono sudah diberikan kesempatan menjadi orang nomor satu di partai, tetapi akhirnya PPP gagal untuk lolos ke Senayan di masa kepimpinan beliau," lanjutnya.
Di sisi lain, pencalonan Agus Suparmanto juga menghadapi persoalan formal yang menjadi titik pangkal perselisihan di internal partai berlambang Kakbah tersebut. Jika konflik ini terus berlanjut, Burhanuddin meyakini PPP akan kembali gagal mendapatkan kepercayaan publik dan gagal kembali ke parlemen.
Sebelumnya, muktamar PPP yang berlangsung pada Sabtu, 27 September 2025, memanas ketika kubu Mardiono mengklaim telah terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum periode 2025-2030. Langkah tersebut diambil sebagai upaya penyelamatan partai yang dianggap berada dalam situasi darurat.
Tak lama berselang, kubu Agus Suparmanto juga mendeklarasikan kemenangan serupa secara aklamasi. Klaim ini didukung oleh Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Romahurmuziy, yang menegaskan bahwa muktamar telah selesai dan secara sah memilih Agus Suparmanto sebagai ketua umum.
(Daffa Yazid Fadhlan)