Waduh! Tingkat Pengangguran Indonesia Tertinggi di ASEAN

Dana moneter internasional (IMF) mencatat tingkat pengangguran di Indonesia sebesar 5,2%, tertinggi dibandingkan 6 negara lain di Asia Tenggara. 

Indonesia tercatat memiliki tingkat pengangguran sebesar 5,2% atau hanya turun 0,1%, jika dibandingkan April 2023 yang angkanya mencapai 5,3%. Filipina Berada di posisi kedua yakni 5,1%, Thailand 1,1%, Malaysia 3,52?n Vietnam 2,1%. 

Angkatan kerja yang tidak mencari kerja seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, dan orang tidak mencari kerja tidak masuk ke dalam data ini. Sementara seluruh penduduk Indonesia yang terdiri dari angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja mencapai 279,96 juta orang.

Menurut IMF total pengangguran di Indonesia per April 2024 sekitar 14,6 juta jiwa. Jika melihat data BPS, jumlah pengangguran di Indonesia per Februari 2024 mencapai 7,2 juta orang dari yang sebelumnya pada Februari 2023 mencapai 7,99 juta orang. Jumlah pengangguran Indonesia pada Februari lalu tercatat yang terendah sejak Era Reformasi sebesar 4,69 juta. 

BPS juga mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia pada Februari 2024 menurun menjadi 4,82%, dari sebelumnya di Februari 2023 yang mencapai 5,45%. Menurut Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dari angkatan kerja tidak semua terserap di pasar tenaga kerja sehingga terdapat pengangguran 7,20 juta orang. 
 

Baca juga: Sempat Melonjak, Harga Emas Dunia Kembali Stabil

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah mengungkapkan biang kerok pengangguran di Indonesia adalah anak-anak muda seperti GenZ yang jumlahnya hampir 10 juta. Menaker juga menyebut ada ketidakcocokan antara pendidikan serta pelatihan dan kebutuhan pasar kerja yang masih terjadi saat ini, sehingga tidak ada link and match antara calon tenaga kerja dengan apa yang dibutuhkan pasar tenaga kerja.

Sementara itu Menteri Keuangan, Sri Mulyani berpendapat kualitas pertumbuhan meningkat signifikan, yang tercermin dari penciptaan lapangan kerja yang cukup tinggi sehingga mampu menurunkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) ke level di bawah prapandemi. 

Menkeu pun yakin penurunan proporsi pekerja informal tersebut memberikan indikasi positif terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja secara nasional, karena lebih banyak orang mendapatkan akses ke pekerjaan formal atau memiliki stabilitas pekerjaan yang lebih baik.