Bedah Editorial MI: Menyelamatkan Demokrasi

30 January 2024 08:36

Proses menuju Pemilihan Umum 2024 diwarnai oleh beragam tindakan dan aksi penggunaan kekuasaan untuk menopang kemenangan pasangan calon (paslon) tertentu dan partai-partai yang berada dalam lingkaran kekuasaan. Rupa-rupa bantuan pun, dari bantuan sosial (bansos), bantuan El Nino, hingga bantuan langsung tunai yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo ditemukan banyak pendomplengan untuk kepentingan elektoral.

Apalagi pemerintahan Presiden Jokowi sudah memutuskan pemberian bansos tersebut bakal diperpanjang hingga akhir Juni 2024. Banyak yang curiga, keputusan ini merupakan bentuk antisipasi pilpres dua putaran, yang bakal digelar pada 26 Juni 2024. Ketepatan waktu antara pencoblosan putaran kedua dan masa akhir perpanjangan bansos amat sulit untuk dikatakan kebetulan belaka.

Presiden Jokowi dan menteri-menterinya juga kerap membagikan bantuan di tempat dengan latar belakang baliho pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Bahkan, sejumlah menteri pun memelintir bansos sebagai bantuan Presiden Jokowi. Lalu, menarasikan bansos bakal dihapus jika presiden terpilih berikut bukan yang didukung oleh Jokowi. 

Inilah fakta-fakta yang tersaji di depan mata, bagaimana demokrasi kita menghadapi tantangan serius, amat sangat serius. Keterlibatan kekuasaan dengan instrumen yang dimiliki secara masif ini membuat Pemilu 2024 terancam menjadi pemilu paling buruk dalam sejarah demokrasi Indonesia pascareformasi.

Pemilu 2024 juga bisa dibilang sebagai pertaruhan demokrasi. Sebab, di pemilu kali inilah bisa kita lihat apakah demokrasi kita selamat dan didirikan oleh akal sehat, atau pemilu yang merepresentasikan segala muslihat hukum dan etik demi melanjutkan kekuasaan bagaimana pun caranya.

Langkah itu paling kasat mata dan kontroversial  dengan menelikung hukum. Aturan tentang batas usia capres-cawapres dibelokkan, bahkan dengan memanfaatkan Mahkamah Konstitusi. Alhasil calon yang secara undang-undang tidak bisa ikut berkompetisi, nyatanya bisa melenggang mulus turun gelanggang. Putusan Mahkamah Konstitusi ini jelas-jelas telah melecehkan prinsip yang merupakan salah satu pilar penting demokrasi.

Maka, selanjutnya kita menyaksikan muslihat demi muslihat tercipta hampir saban hari. Penabrakan aturan demi aturan terpampang di banyak tempat dan beragam segi. Mereka yang diperintah undang-undang agar netral, malah menabrak aturan dan melanggar sumpah secara brutal.

Jika Presiden Jokowi dan  sejumlah pembantunya terus melakukan hal ini, demokrasi kita bisa mundur bahkan menemui ajal. Sebagai produk demokrasi, Presiden Jokowi harus menyelamatkan demokrasi. Ini hanya bisa dilakukan jika Presiden mampu menahan diri dan berdiri netral serta imparsial, dengan tidak mendukung paslon tertentu. Presiden juga harus bersikap adil terhadap semua paslon capres-cawapres.

Ingat bahwa para pendiri bangsa ini telah bersusah payah mewariskan sistem ketatanegaraan yang berlandaskan pada demokrasi, republik, bukan kerajaan, termasuk dinasti.

Jadikanlah Pemilu 2024 ini benar-benar sebagai ajang pematangan demokrasi, tanpa ada campur tangan penguasa untuk memihak dan cawe-cawe. Juga, negara harus memastikan setiap rakyat bebas memilih tanpa ada tekanan, intimidasi, dan teror. Kebebasan dan keadilan berpartisipasi bagi peserta pemilu dan pemilih niscaya akan menghasilkan demokrasi yang berkualitas. 

Namun, bukan hanya penguasa yang harus berperan menyelamatkan demokrasi dari kematian. Rakyat sebagai pemilih juga harus ikut berpartisipasi. Pilihlah paslon capres-cawapres yang menjunjung tinggi, bukan paslon capres-cawapres yang sudah menginjak-injaknya demokrasi dan meruntuhkannya. Harga demokrasi teramat mahal untuk dipertaruhkan, dan penderitaan atas itu bisa berkepanjangan. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Sofia Zakiah)