Jakarta: Suara PPP terus tergerus. Bahkan tanda-tandanya sudah mulai terlihat pada 2019, di mana perolehan suara PPP hanya empat persen. Beda tipis dengan ambang batas parlemen (parliamentary threshold).
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi ada dua hal yang menyebabkan PPP tergerus suaranya. Terutama pada tahun ini.
Menurut penilaian Burhanudin, PPP seperti ada kesalahan strategi dalam menetapkan target pemilih. PPP terlalu mengandalkan segmen pemilih tua.
Sementara profil demografi pemilih di Indonesia semakin remaja. Semakin muda segmen pemilih, mereka tidak tertarik untuk memilih
PPP.
"Sementara segmen pemilih tua secara statistik berkurang dan terjadi perubahan preferensi elektoral segmen pemilih tua. Awalnya memilih PPP, pindah ke beberapa partai Islam seperti PKB dan PKS," ujar Burhanuddin, dalam program Breaking News Metro TV, Rabu, 20 Maret 2024.
Faktor selanjutnya dari sisi pemilihan presiden (Pilpres). Burhanuddin melihat basis PPP tidak kompak dalam memilih calon presiden (capres). Keputusan pada tingkat elit tidak seirama dengan aspirasi basis tingkat bawah.
Ketika koalisi terbentuk, tingkat elit memilih pasangan calon (paslon) nomor urut tiga, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Sementara warga PPP basis tingkat bawah terpecah. Ada yang ke Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Jadi memang dua hal itu yang saya kira menjadi penyebab mengapa PPP itu kurang kompetitif," ucapnya.