Kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia terus terjadi dan memicu keprihatinan publik. Sejumlah warga menyuarakan penolakan terhadap berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa para pekerja media.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat, kasus kekerasan terhadap wartawan meningkat setiap tahun dari 2021 hingga 2024. Puncaknya terjadi pada insiden tewasnya Jurnalis Tribrata TV Rico Sempurna Pasaribu, di Sumatra Utara (Sumut). Rico menjadi korban pembakaran rumah karena liputannya soal perjudian ilegal.
Dina, salah seorang warga, menyayangkan aksi kekerasan yang dialami oleh wartawan. Baginya,
kebebasan berpendapat harus dijunjung tinggi.
“Enggak oke banget ya, apalagi sekarang semua orang bebas
speak up. Asal sesuai tata krama, jangan dihalangi,” ujar Dina, seperti dikutip dari
Selamat Pagi Indonesia Metro TV, Selasa, 8 April 2025.
Senada dengan itu, Mario menilai kekerasan terhadap
jurnalis hanya bisa dihentikan jika semua pihak berkomitmen menjalankan regulasi.
“Tidak hanya dari sisi jurnalis, tapi juga bagaimana kebenaran berita disajikan secara objektif. Seluruh stakeholder perlu terlibat agar kekerasan tidak lagi terjadi,” kata Mario.
Sementara itu, Okta menyoroti pentingnya peran pengambil
kebijakan dalam mengontrol bawahannya.
“Kita sudah di era keterbukaan. Informasi bisa diakses siapa saja. Kekerasan seperti itu sudah tidak sepantasnya dilakukan,” katanya.
Kekerasan terhadap jurnalis tidak hanya berupa
ancaman fisik, tetapi juga mencakup intimidasi, pelarangan liputan, serangan digital, kriminalisasi, hingga pelecehan seksual. Para pelaku berasal dari berbagai kalangan, mulai dari oknum aparat hingga pihak non-pemerintah.
Warga berharap kekerasan terhadap wartawan segera dihentikan demi menjaga kebebasan
pers di Indonesia. Sebab ketika jurnalis tidak lagi aman, maka suara publik pun ikut terancam.
(Zein Zahiratul Fauziyyah)