Jakarta: Aturan haji dan umrah kini memberi fleksibilitas lebih bagi jemaah. Selain melalui biro perjalanan resmi (PPIU), jemaah bisa berangkat secara mandiri atau melalui penyelenggaraan langsung oleh Menteri Agama dalam kondisi tertentu. Langkah ini diharapkan memudahkan jemaah menyesuaikan perjalanan dengan kebutuhan dan situasi masing-masing.
Dasar Hukum
Kementerian Haji dan Umrah RI menyatakan regulasi umrah mandiri yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah menjadi jawaban atas dinamika kebijakan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi.
Syarat dan hal yang perlu diperhatikan
Sebelum berangkat umrah, baik melalui biro, jalur mandiri, maupun program pemerintah, ada beberapa syarat yang wajib dipenuhi oleh jemaah. Paspor harus berlaku minimal enam bulan sejak tanggal keberangkatan. Selain itu, jemaah diwajibkan memiliki tiket pulang-pergi agar tidak berisiko overstay di Arab Saudi. Calon jemaah juga harus menyiapkan surat keterangan sehat dari dokter sebagai bukti bahwa mereka cukup fit untuk menjalani rangkaian ibadah yang membutuhkan stamina tinggi.
Bagi yang memilih jalur mandiri, pengisian data keberangkatan dilakukan melalui aplikasi resmi milik pemerintah Arab Saudi yaitu Nusuk, sementara pelaporan tetap wajib dilakukan ke Kementerian Agama melalui aplikasi Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Siskopatuh) agar keberangkatan tercatat secara hukum. Dengan begitu, jemaah tetap terlindungi dan mudah dilacak jika terjadi keadaan darurat. Meski kini jalur keberangkatan lebih fleksibel, pemerintah menegaskan bahwa standar keamanan, administrasi, dan perlindungan bagi jemaah tetap harus dipatuhi.
Keuntungan dan risiko umrah mandiri
Penyelenggaraan umrah mandiri menawarkan beberapa keuntungan bagi masyarakat. Jemaah dapat mengatur sendiri jadwal keberangkatan, memilih maskapai dan hotel sesuai kebutuhan, serta mengatur anggaran secara mandiri. Transparansi keuangan juga lebih tinggi karena seluruh biaya dikelola langsung oleh jemaah tanpa perantara biro perjalanan.
Namun, umrah mandiri memiliki sejumlah tantangan dan risiko. Tanpa pendamping profesional, jemaah harus menyelesaikan sendiri segala persoalan teknis seperti perubahan jadwal, kehilangan tiket, atau kesalahan administrasi. Tidak adanya pembimbing ibadah juga berpotensi membuat jemaah kesulitan menjalankan tata cara ibadah dengan benar.
Selain itu, perlindungan hukum untuk jemaah mandiri lebih terbatas. Jika terjadi penipuan atau kendala lain, penyelesaiannya tidak sekuat bila berangkat melalui biro resmi. Administrasi perjalanan yang rumit serta kemungkinan biaya yang justru melonjak di musim ramai menjadi tantangan lain yang perlu diperhitungkan sebelum memilih jalur ini.
Keunggulan umrah melalui biro resmi
Berbeda dengan jalur mandiri, umrah melalui biro resmi dinilai lebih aman dan terstruktur. Biro perjalanan biasanya memberikan pendampingan penuh mulai dari keberangkatan hingga kepulangan, termasuk pengurusan dokumen, visa, dan akomodasi. Dengan sistem yang sudah terdaftar di Kementerian Agama melalui Siskopatuh jemaah juga mendapatkan jaminan perlindungan hukum selama beribadah di Tanah Suci.
Selain itu, umrah melalui biro lebih ramah bagi jemaah pemula maupun lansia. Adanya pembimbing ibadah dan tour leader membantu jemaah memahami tata cara ibadah dan ziarah dengan lebih baik. Suasana kebersamaan dalam rombongan juga memberikan rasa aman serta kemudahan dalam koordinasi. Meskipun demikian, jalur biro memiliki kekurangan seperti biaya yang lebih mahal karena seluruh layanan sudah termasuk dalam paket perjalanan, serta jadwal yang kurang fleksibel karena telah diatur dalam sistem rombongan.
Tren umrah mandiri menurut Amphuri
Sekretaris Jenderal DPP Amphuri Zaky Zakaria, menilai bahwa aturan baru ini sebenarnya bukan hal yang sepenuhnya baru. Menurutnya, konsep umrah perseorangan sudah dikenal sejak lama dan juga tercantum dalam undang-undang sebelumnya, hanya saja kini pelaksanaannya menjadi lebih terbuka karena jemaah tidak wajib melalui biro travel.
“Umrah mandiri ini memang sudah ada sejak lama, tetapi sekarang masyarakat bisa berangkat tanpa penyelenggara resmi. Kami tidak khawatir dengan adanya aturan baru ini karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih lebih percaya berangkat bersama kiai, ustaz, atau biro berizin,” ujar Zaky Zakaria dalam program Metro Siang Metro TV, Selasa, 28 Oktober 2025.
Ia menjelaskan bahwa umrah bukan sekadar perjalanan wisata, tetapi merupakan perjalanan spiritual yang membutuhkan bimbingan dan pengetahuan mengenai tata cara ibadah. Banyak kasus terjadi di mana jemaah umrah mandiri kebingungan ketika sudah tiba di Tanah Suci, seperti tidak mengetahui lokasi miqat, tata cara niat, hingga pelaksanaan tawaf.
Zaky juga menyebutkan bahwa dalam Pasal 96 Ayat 5 UU Haji dan Umrah 2025, jemaah umrah mandiri tidak mendapatkan perlindungan jiwa, kesehatan, maupun kecelakaan.“Kalau sakit atau terjadi sesuatu, tidak ada pihak yang bertanggung jawab seperti halnya jemaah yang berangkat lewat biro resmi,” tegasnya. Ia menilai bahwa hal ini menjadi catatan penting bagi masyarakat agar lebih berhati-hati sebelum memutuskan berangkat secara mandiri.
Biro travel resmi harus beradaptasi dengan melakukan peningkatan pelayanan, memperkuat bimbingan, dan menghadirkan program yang lebih menarik agar tetap relevan dan dipercaya masyarakat. Zaky menilai bahwa secara logika, umrah mandiri tidak selalu lebih murah dibandingkan umrah melalui biro karena penyelenggara resmi membeli tiket dan hotel dalam jumlah besar dengan harga grosir, sedangkan jemaah mandiri membeli secara eceran yang umumnya lebih mahal.(Aulia Rahmani Hanifa)
Sumber: Redaksi Metro TV