Siti Yona Hukmana • 14 February 2025 10:43
Jakarta: Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kakortas Tipidkor) terus mengusut kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) periode 2012-2016. Terutama mencari alat bukti yang cukup untuk penetapan tersangka.
"Kalau dilihat dari hasilnya sementara ini kan kita kuat bahwa ini ada korupsinya, cuma kita juga mencari siapa yang bisa dimintai pertanggungjawaban atas perkara yang kita tangani itu," kata Kakortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo kepada wartawan dikutip Jumat, 14 Februari 2025.
Cahyono mengatakan pihaknya telah menggelar perkara pekan lalu. Diketahui, tindak pidana yang terjadi bukan hanya korupsi, namun juga tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kedua unsur pidana ini telah naik ke tahap penyidikan.
"Nah ini terkait dengan pemberian fasilitas pembiayaannya terhadap PT Maxima Inti Finance (PT MIF). Nah itu. Jadi kerugiannya sekitar 600-an miliar sekian, karena hitungannya 43 juta USD," ungkap jenderal polisi bintang dua itu.
Cahyono mengatakan penyidik tengah melakukan pendalaman. Termasuk berkoordinasi dengan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Nanti kita lihat juga, akan kita update perkembangan kasusnya, penangannya sampai sejauh mana," pungkasnya.
Pengusutan perkara ini berawal dari adanya temuan penyimpangan dalam proses pemberian pembiayaan oleh LPEI kepada PT Duta Sarana Technology (PT DST), serta PT Maxima Inti Finance (PT MIF) periode 2012-2016. Akibatnya, dana yang disalurkan digunakan untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan tujuan awal, berujung pada kerugian negara yang besar.
Wakakortas Tipidkor Polri Brigjen Arief Adiharsa mengungkapkan dugaan korupsi awalnya terjadi pada 2012-2014. Saat itu, LPEI bersepakat untuk memberikan pembiayaan kepada PT DST. Namun, dalam prosesnya diduga terjadi penyimpangan pemberian kredit.
Pinjaman yang diberikan tersebut juga tidak digunakan sesuai peruntukan, sehingga berakibat kredit macet sebesar Rp45 miliar dan USD4.125.000. Kemudian, PT DST melakukan rapat direksi untuk mencari jalan keluar melunasi kredit dari LPEI itu menggunakan skema novasi. Dari hasil rapat, disepakati ada perusahaan lain bernama PT MIF yang akan mengambil alih kredit tersebut.
"Dengan cara PT MIF menjadi debitur LPEI dan mendapatkan pembiayaan yang sebagian dipakai untuk untuk kepentingan novasi tersebut," jelas Arief beberapa waktu lalu.
Arief menyebut proses novasi tersebut tidak sesuai ketentuan dan seolah-olah PT DST telah melunasi hutangnya. Dari kesepakatan novasi itu, LPEI memberikan pembiayaan kepada PT MIF hingga senilai USD47.500.000. Namun, proses pemberian kredit dilakukan tidak sesuai ketentuan.
Hasil pencarian kredit yang diterima PT MIF dari LPEI juga digunakan untuk melunasi utang PT DST sebesar USD9 juta. Kemudian, digunakan untuk beberapa kepentingan lainnya yang tidak sesuai perjanjian.
"Sehingga pada tahun 2022 PT MIF mengalami pailit dan tidak mampu melunasi seluruh kewajiban (utang) kepada LPEI sebesar USD43.617.739.13 (atau setara Rp711 miliar), yang merupakan kerugian negara," pungkas Arief. Metrotvnews.com/Yona Hukmana