Zein Zahiratul Fauziyyah • 15 October 2025 15:43
Jakarta: Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda, sebuah momentum bersejarah yang menjadi simbol lahirnya semangat persatuan dan kebangsaan.
Namun di balik tiga kalimat ikonik “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa” ternyata tersimpan banyak kisah menarik yang jarang diketahui publik.
Sumpah Pemuda lahir melalui Kongres Pemuda II yang berlangsung selama dua hari, 27–28 Oktober 1928, di Batavia (sekarang Jakarta). Dari forum itu, lahir satu ikrar yang menyatukan para pemuda lintas daerah, budaya, dan latar belakang sosial, menuju satu tujuan yaitu Indonesia yang merdeka.
Berikut adalah beberapa fakta menarik Sumpah Pemuda yang memperlihatkan betapa kuatnya semangat perjuangan dan persatuan generasi muda Indonesia kala itu.
1. Tiga Kali Rapat di Tiga Gedung yang Berbeda
Sumpah Pemuda bukan hasil dari satu pertemuan, melainkan tiga kali rapat di tiga tempat berbeda.
Rapat pertama digelar pada 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond di Lapangan Banteng, membahas pentingnya persatuan.
Rapat kedua diadakan keesokan harinya di Gedung Oost-Java Bioscoop, dengan topik seputar pendidikan dan peran pemuda dalam pembangunan bangsa.
Lalu rapat ketiga yang paling bersejarah diselenggarakan di Gedung Indonesische Clubhuis Kramat (kini
Museum Sumpah Pemuda), tempat teks Sumpah Pemuda dibacakan.
2. Dibacakan di Rumah Milik Keturunan Tionghoa
Fakta unik lainnya, teks Sumpah Pemuda diikrarkan di rumah milik Sie Kok Liang, seorang peranakan Tionghoa. Hal ini membuktikan bahwa sejak awal perjuangan, semangat nasionalisme Indonesia sudah bersifat inklusif dan lintas etnis.
Beberapa pemuda keturunan Tionghoa seperti John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang, dan Tjio Djien Kwie juga hadir sebagai peserta
kongres dan turut mengucapkan ikrar tersebut.
3. Peserta Datang dari Barat hingga Timur Indonesia
Peserta Kongres Pemuda II datang dari berbagai daerah di
Nusantara, dari barat hingga timur Indonesia. Nama-nama seperti Mohammad Yamin (Minangkabau, Sumatera Barat), Johannes Leimena (Ambon, Maluku), Raden Katjasungkana (Madura), hingga Cornelis Lefrand Senduk (Sulawesi) turut menjadi bagian dari sejarah besar itu.
Padahal, akses transportasi kala itu masih sangat terbatas, tetapi semangat para pemuda menempuh perjalanan jauh demi satu cita-cita yaitu persatuan Indonesia.
4. Lagu “Indonesia Raya” Pertama Kali Diperkenalkan
Kongres Pemuda II juga menjadi panggung pertama bagi lagu kebangsaan “Indonesia Raya.” Penciptanya,
Wage Rudolf Soepratman, memperdengarkan lagu tersebut dengan biola, bukan dinyanyikan, karena kongres berada di bawah pengawasan ketat pemerintah Hindia Belanda.
Bahkan, kata “merdeka” dalam lirik awalnya diganti menjadi “mulia” untuk menghindari penyensoran. Lagu ini kemudian dinyanyikan pertama kali oleh Dolly Salim, putri Haji Agus Salim, dengan versi yang telah disesuaikan.
5. Kongres Didominasi Bahasa Belanda
Meskipun menjadi tonggak lahirnya semangat bahasa persatuan, Kongres Pemuda II justru masih banyak menggunakan
bahasa Belanda dalam forum resmi. Hal ini disebabkan sebagian besar pesertanya merupakan kalangan pelajar dan kaum intelektual yang terbiasa memakai bahasa Belanda.
Naskah asli Sumpah Pemuda pun ditulis menggunakan Ejaan Van Ophuysen, sistem ejaan Melayu yang dipahami oleh kalangan terpelajar pada masa itu.
6. Awalnya Tidak Bernama “Sumpah Pemuda”
Menariknya, pada saat Kongres Pemuda II selesai, hasil rumusannya belum diberi nama Sumpah Pemuda. Isi kongres awalnya terdiri dari enam poin utama yang kemudian diringkas menjadi tiga poin inti seperti yang dikenal sekarang.
Istilah “Sumpah Pemuda” baru muncul beberapa tahun setelahnya, ketika para sejarawan dan tokoh pergerakan ingin menegaskan pentingnya peristiwa tersebut dalam sejarah bangsa.
7. Awal Mula Peci Jadi Simbol Nasional
Peci yang kini identik dengan Bung Karno dan perjuangan nasional ternyata mulai populer sejak Kongres Pemuda II. Kala itu, peci masih langka di
Hindia Belanda, sehingga beberapa peserta kongres memangkas tepian topi Eropa mereka agar menyerupai peci.
Sejak saat itu, peci menjadi simbol kesederhanaan dan nasionalisme yang melekat kuat pada identitas bangsa Indonesia.
Makna yang Terus Hidup
Lebih dari sekadar peringatan sejarah, Sumpah Pemuda menjadi refleksi tentang semangat kolaborasi, keberagaman, dan nasionalisme.
Kini, hampir satu abad kemudian, semangat Sumpah Pemuda tetap relevan terutama di tengah tantangan perpecahan sosial dan disinformasi digital.
Sebagaimana para pemuda 1928, generasi muda hari ini juga diharapkan mampu menjaga persatuan, memperkuat identitas bangsa, dan membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Jangan lupa saksikan
MTVN Lens lainnya hanya di
Metrotvnews.com.