Sekitar satu minggu terakhir, masyarakat Indonesia digemparkan dengan perubahan regulasi distribusi gas elpiji 3 kilogram, yang semula bisa dibeli di pengecer, kini hanya bisa diperoleh di pangkalan resmi. Akibatnya, antrean panjang terjadi di berbagai daerah, sementara gas melon semakin langka, bahkan pangkalan resmi kewalahan memenuhi permintaan warga.
Tidak butuh waktu lama, perubahan kembali terjadi. Kini, pengecer diperbolehkan kembali untuk menjual elpiji 3 kilogram, dengan syarat tertentu. Namun, hingga kini masih banyak warga di beberapa daerah belum menemukan gas di pengecer dan masih mengantre di pangkalan atau agen.
Tim Metro TV mengunjungi sejumlah agen dan pangkalan. Tidak sedikit warga yang mengeluh, bahkan menangis karena tidak kunjung mendapatkan gas melon, padahal bayinya perlu air panas untuk minum susu.
"Saya punya bayi, mau masak air untuk buat susu. Satu (gas) aja susah, sudah (mencari) ke mana-mana." kata warga yang sedang mencari gas elpiji 3 kg.
Kelangkaan elpiji 3 kilogram bahkan memakan korban jiwa. Seorang nenek di Tangerang meninggal, usai mengantre elpiji. Kemarahan masyarakat tidak terbendung, bahkan saat
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia melakukan sidak di Jakarta, seorang warga menyampaikan kemarahannya.
Keresahan tidak hanya dirasakan pengguna elpiji, namun juga pengecer. Mereka keberatan jika harus berubah menjadi sub pangkalan, sebab keterbatasan dana.
Melihat huru hara di tengah masyarakat,
Presiden Prabowo Subianto melalui Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan, kebijakan pengecer sempat dilarang berjualan elpiji 3 kilogram bukan kebijakan Presiden Prabowo.
"Sebenarnya ini bukan kebijakan dari Presiden untuk melarang (pengecer gas elpiji) itu. Tapi melihat situasi dan kondisi, tadi Presiden turun tangan untuk menginstruksikan agar para pengecer bisa dapat berjalan kembali, sambil pengecer dijadikan sub pangkalan." ucap Wakil Ketua DPR RI,
Sufmi Dasco Ahmad.
Bahlil pun mengubah keputusannya dengan mengubah status pengecer menjadi sub pangkalan, agar lebih mudah diawasi. Sebab, ada oknum yang menyalahgunakan
subsidi ini.