ilustrasi gas elpiji 3 kg. Foto: Dok istimewa
Eko Nordiansyah • 6 February 2025 16:16
Semarang: Distribusi elpiji 3 Kg dari pangkalan ke pengecer atau yang saat ini disebut sub pangkalan di Kota Semarang dan wilayah Jawa Tengah lainnya kembali normal. Ini usai Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyempurnakan tata kelola penjualan gas melon tersebut dengan mengubah status pengecer menjadi sub pangkalan.
Pemilik toko sembako yang juga menjadi sub pangkalan LPG 3 Kg di daerah Kota Lama, Semarang Utara, Jawa Tengah, Ahmad mengaku distribusi gas melon sudah kembali lancar sejak hari Selasa lalu. Pangkalan sudah kembali mengirim ke para sub pangkalan seperti biasa, termasuk ke tokonya.
"Beberapa hari ini, alhamdulillah, sudah lancar," kata Ahmad saat ditemui awak media pada Kamis, 6 Februari 2025.
Ia mengaku menjual gas melon ke warga dengan harga Rp21.000 per tabungnya. Dalam satu pekan, ia mendapat kiriman gas melon dari pangkalan sebanyak tiga kali, tepatnya pada hari Selasa, Kamis, dan Sabtu. Tiap pengiriman berjumlah 60 tabung gas melon. Itu artinya, dalam sepekan, Ahmad mendapat 180 tabung gas melon dari pangkalan.
Ahmad mengaku sepakat dengan rencana pemerintah untuk mengubah status pengecer menjadi sub pangkalan, agar kepastian harga murah gas melon untuk warga tetap terjamin dan penjual seperti dirinya tetap bisa berjualan gas melon.
“Setuju saya (jadi sub pangkalan) asal barangnya nggak langka lagi dan kita bisa tetap jualan gas seperti biasanya. Kalau kebijakannya baik kita masyarakat pasti mendukung,” ucapnya.
Hal senada juga diucapkan oleh seorang penjual gas melon eceran di Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara Rumini. Menurut perempuan yang sudah lebih dari satu dekade berjualan gas melon itu, saat ini distribusi gas sudah lancar di pangkalan.
"Walau kemarin ada kendala 1-2 hari saja. Sekarang kondisi sudah baik dan normal kembali," katanya.
Padahal, Rumini setuju dengan aturan awal Menteri Energi Sumber Daya Alam dan Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk bisa mengatur harga gas melon di level rakyat. Pasalnya, itu adalah gas yang sudah disubsidi oleh negara untuk rakyatnya. Namun, di sisi lain Rumini juga sepakat jika status pengecer diubah menjadi sub pangkalan dan memiliki harga tetap agar tidak terlalu mahal untuk rakyat.
"Gas melon itu gas subsidi, yang digunakan untuk rumah tangga dan UMKM. Aturan kemarin kan memang untuk tepat sasaran sampai ke rakyat. Cuma karena kemarin dengar-dengar, ada yang jual sampai harga Rp25.000 - Rp28.000 itu mungkin dari pihak pengecer, saya lebih setuju jika harga dari pengecer disamakan. Ada HET lah di level pengecer," katanya.
Rumini mengaku menjual tabung gas melon seharga Rp21.000. Dalam satu pekan, ia menerima satu kali pengiriman gas melon dari pangkalan sebanyak 40 tabung. "Kalau bisa pemerintah bisa menerapkan harga patokan yang lebih murah dari itu, dari yang saya jual. Mungkin disamakan seluruh pengecer, biar di rakyat nggak tinggi harganya, karena pemerintah sudah kasih subsidi," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah sedang merancang aturan agar status para pengecer bisa diubah menjadi pangkalan. Tujuannya supaya masyarakat bisa mendapatkan harga yang sesuai saat membeli langsung di pangkalan.
Saat meneken aturan itu, Bahlil mengatakan bahwa pelarangan dilakukan untuk mencegah permainan harga di level pengecer. Kebijakan tersebut kemudian disempurnakan kembali dengan mengubah status pengecer menjadi sub pangkalan.
Bahlil mengumumkan bahwa seluruh pengecer LPG 3 Kg di Indonesia sekitar 375 ribu akan dinaikkan statusnya menjadi sub pangkalan. Langkah ini bertujuan untuk memastikan distribusi LPG bersubsidi tepat sasaran dan harga tetap terjangkau.