Mempolitisasi segala hal kiranya sudah menjadi sesuatu yang lumrah bagi rezim pemerintahan saat ini. Bahkan peringatan Hari Koperasi, yang semestinya digunakan sebagai refleksi sekaligus evaluasi perihal perkembangan perkoperasian di Tanah Air, pun dijadikan ajang untuk menelusupkan pesan-pesan politik partisan.
Ikhwal keberpihakan pemerintah terhadap bakal calon tertentu dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang, mungkin hampir semua orang sudah tahu. Itu terlihat dari aksi cawe-cawe yang nyata-nyata dilakukan Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan terdahulu. Dalih yang selalu dikatakan: demi keberlangsungan pembangunan.
Rupanya, tabiat itu sudah pula diturunkan ke para pembantunya. Tanpa malu dan ragu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam akhir pidatonya pada peringatan Hari Koperasi ke-76 di Jakarta, Rabu (12/7), tiba-tiba menyebut nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai orang yang diharapkannya dapat memajukan ekonomi Indonesia. Kita semua tahu, Ganjar merupakan bakal calon presiden sokongan PDI-P, partai yang sebelumnya juga mengklaim 'menugaskan' Jokowi menjadi presiden.
Boleh jadi Teten mengeluarkan pernyataan itu terpancing ucapan Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Sri Untari Bisowarno, yang dalam sambutan sebelumnya juga terang-terangan memuji bahkan menitipkan nasib koperasi kepada Ganjar. Namun, bisa jadi juga Teten memang sedang memikul misi untuk mengarahkan pilihan masyarakat koperasi kepada Ganjar.
Apa pun alasannya, tidak sepantasnya seorang pejabat pemerintah, apalagi sekelas menteri melontarkan pernyataan vulgar yang jauh dari tata krama politik. Dengan memanfaatkan panggung Hari Koperasi untuk mempromosikan salah satu figur calon presiden, itu sama artinya dia telah melakukan politisasi, menyeret-nyeret koperasi ke dalam pusaran politik percapresan. Padahal semestinya dia tahu hal seperti itu tabu.
Perilaku Teten, juga Ketua Dekopin, jelas menyimpang dari norma politik maupun keadaban sebagai pejabat publik. Politik memang terkadang liar, tetapi bukan berarti di sana tidak ada nilai dan fatsun yang mesti dijunjung. Janganlah mempengaruhi atau bahkan meracuni publik dengan pilihan-pilihan yang semata didasari syahwat penguasa.
Menteri Koperasi dan UKM, juga Ketua Dekopin, seharusnya fokus dan tekun dengan tugas mulia mereka yaitu mengembangkan sekaligus memajukan ekonomi koperasi di Indonesia dengan sekencang-kencangnya. Bukan malah menumpanginya dengan kepentingan-kepentingan lain di luar koperasi, apalagi politik.
Fakta memperlihatkan bahwa dari seluruh koperasi aktif di Indonesia yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlahnya mencapai 127.846 unit pada 2021 lalu, sebagian besar masih terengah-engah menjalankan usaha bahkan untuk sekadar hidup dan dinilai aktif. Di sisi lain, banyak bermunculan koperasi-koperasi nakal yang hanya bertujuan mengeruk dan membawa lari dana masyarakat.
Karena itu sangatlah mengherankan bila di tengah begitu banyak persoalan koperasi yang membelit itu, mereka malah seenaknya menyeret koperasi sebagai alat kepentingan politik kelompok tertentu. Kalau perilaku seperti itu terus dipelihara, jangan kaget kalau mimpi Bung Hatta menjadikan koperasi sebagai sokoguru alias perekonomian nasional bakal selamanya menjadi mimpi. Mimpi yang tak pernah terealisasi.