Negara rugi hingga Rp193,7 triliun akibat korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina periode 2018-2023. Hitung-hitungan itu didapat dari berbagai tindakan korupsi, salah satunya mengoplos Ron 90 menjadi Pertamax.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan bicara soal kecurangan di SPBU dalam video diunggah di Instagram Pertamina Patraniaga pada 21 Februari 2025. Tiga hari kemudian terungkap Riva melakukan berbagai kecurangan sehingga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina 2018-2023.
Riva ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Mereka adalah para petinggi di PT Kilang Pertamina Internasional dan PT Pertamina International Shipping. Sedangkan dari pihak swasta petinggi di PT Navigator Khatulistiwa, PT Jenggala Maritim, dan PT Orbit Terminal Merak.
Modus korupsi adalah dengan sengaja menurunkan produksi kilang dalam negeri bahkan menolak produksi minyak mentah dalam negeri oleh kontraktor dengan alasan tidak sesuai spesifikasi kilang minyak. Serta mengimpor minyak dengan pemufakatan jahat antara penyelenggara negara dengan Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) alias broker. Lalu terjadi pemberian kompensasi kemudian mengimpor minyak RON90 atau lebih rendah yang dioplos di Depo menjadi produk RON92.
Sementara itu Pertamina menyatakan menghormati proses hukum di Kejaksaan Agung dan siap bekerja sama dengan aparat berwenang. Pertamina berharap proses hukum dapat berjalan lancar.
"Di tengah proses tersebut Pertamina memastikan bahwa layanan distribusi energi kepada masyarakat di seluruh Indonesia tetap berjalan lancar," jelas VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso.
Dalam kasus ini Kejagung juga menggeledah rumah tersangka Dimas Werhaspati dan menemukan uang pecahan dolar Singapura, dolar Amerika Serikat, dan rupiah senilai Rp400 juta. Sementara total kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp193,7 triliun.