Ratusan nelayan dikerahkan untuk mencabut pagar laut bambu di perairan Tangerang, Banten, yang telah lama menjadi penghalang aktivitas warga. Proses pencabutan ini bukanlah hal mudah, mengingat bambu-bambu tersebut tertancap hingga dua meter ke dalam lumpur dasar laut.
Budin, salah satu nelayan yang terlibat mengungkapkan berbagai kendala di lapangan, seperti gelombang tinggi, tali yang sering putus, hingga keberadaan teritip di bambu yang memperumit proses pencabutan.
“Gelombang makin tinggi kalau makin ke tengah. Bambu-bambu ini juga banyak teritipnya, jadi talinya sering putus,” ungkap Pak Budin seperti dikutip dari
Headline News Metro TV, Jumat 24 Januari 2025.
Pagar bambu yang mencapai panjang lebih dari 30 kilometer (km) ini diduga dibuat oleh pihak berkekuatan besar. Menurut data Kementerian ATR/BPN, 263 sertifikat
Hak Guna Bangunan (HGB) atas pagar laut tersebut terhubung dengan sejumlah perusahaan besar, termasuk PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa.
PT Intan Agung Makmur diketahui beralamat di Jalan Ineksi PIK 2, dengan direktur bernama Belly Djaliel dan komisaris Freddy Numberi, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (
SBY). Sementara itu, PT Cahaya Inti Sentosa merupakan anak perusahaan Pantai Indah Kapuk 2, yang dipimpin oleh direktur utama Nono Sampono.
Kementerian
ATR/BPN menilai ratusan sertifikat HGB dan SHM di kawasan ini cacat prosedural dan material, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2021. Selama sertifikat tersebut belum berusia lima tahun, pemerintah memiliki kewenangan untuk membatalkan penerbitannya.
(Zein Zahiratul Fauziyyah)