Editorial Malam: Menumpas TPPO dari Hulu

12 July 2023 22:06

Tindak pidana perdagangan orang terus saja menjadikan orang-orang pinggiran di negeri ini sebagai sasaran. Para penjahat kemanusiaan itu tak pernah kehilangan nafsu memangsa sesama sehingga tak ada cara lain bagi negara untuk semakin serius membasminya. 

Banyak yang menilai tindak pidana perdagangan orang atau TPPO sudah pada level darurat. Begitu banyak korban dari waktu ke waktu, seakan tidak ada yang ditakuti oleh para mafia perdagangan manusia.

Data menunjukkan betapa luar biasanya daya rusak TPPO. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, misalnya, sejak 2017 hingga Oktober 2022 tercatat ada 2.356 laporan korban TPPO. Dari mereka, 50,97% merupakan anak-anak, 46?alah korban perempuan, dan 2,89% laki-laki. 

Data betapa bengisnya pelaku TPPO juga dibeberkan Menko Polhukam Mahfud MD, pada akhir Mei lalu. Menurut Mahfud berdasarkan laporan Ketua Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani kepada Presiden Jokowi, terungkap sebanyak 1.900 jenazah korban TPPO dipulangkan ke dalam negeri dalam tiga tahun belakangan. Kemudian, sedikitnya ada 3.600 pekerja migran yang sakit, depresi, cacat fisik, hingga hilang ingatan.

Negara bukannya diam saja. Perangkat yang ada telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas TPPO. Polri membentuk Satuan Tugas TPPO dan dalam kurun 5 Juni sampai 10 Juli 2023 saja menetapkan 749 tersangka. Korban TPPO juga luar biasa banyak, yakni mencapai 2.027 orang.

Orang bukan dagangan sehingga memperdagangkan mereka jelas dilarang. Perdagangan orang memang ada sejak dulu kala dalam bentuk perbudakan, tetapi ia semestinya sudah punah karena kita kini hidup di era modern, bukan lagi di zaman primitif. Sayangnya, realitas menunjukkan kebalikan, anak bangsa pun terus menjadi korban.

Traffickers are motivated by money. Pelaku TPPO termotivasi oleh uang, itulah kenapa perdagangan orang sulit diberantas. Akan tetapi, sejatinya tak cuma pelaku, orang menjadi korban juga lantaran uang. Mereka mengadu nasib dan menjemput risiko dengan nekad bekerja di negeri orang meski lewat perantara yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Karena butuh uang, mereka mudah tergiur, gampang silap, oleh bujuk rayu para calon tenaga kerja.

Penindakan adalah kemestian untuk membasmi para penjahat TPPO. Namun, tindakan yang dilakukan aparat mesti tegas, tidak pandang bulu, dan konstisten. Ketegasan harus dikedepankan oleh seluruh aparat terkait, mulai dari BP2MI, Polri, kejaksaan, hingga peradilan. 

Yang tak kalah penting, tentu saja, penindakan pantang mengenal rasa takut. Ini penting, karena TPPO merajalela lantaran ada beking orang kuat di sana. Hal itu pula yang selalu diingatkan oleh Menko Polhukam.

Penindakan adalah bagian dari pencegahan. Namun, ia jauh dari cukup tanpa keseriusan untuk menangkal TPPO dari hulu. Penyebab utama maraknya TPPO adalah kemiskinan, tingginya angka pengangguran, terbatasnya lapangan kerja, rendahnya pendidikan, pengaruh sosial budaya, hingga ketimpangan relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan. 

TPPO dengan sendirinya akan hilang jika rakyat tak lagi miskin, gampang bekerja di dalam negeri, dan semakin melek pendidikan. Tidak ada yang ingin menyambung hidup jauh-jauh ke mancanegara jika di dalam negeri tersedia sarana untuk mendapatkan rejeki. Tak akan mudah seseorang tertipu oleh para penjahat TPPO jika mereka punya pengetahuan dan wawasan yang luas.

Mencegah dari hulu adalah obat paling ampuh untuk mematikan TPPO. Penindakan hanyalah sekadar pain killer dan TPPO akan terus saja tumbuh selama penyebab utamanya tak diatasi. Selama negara gagal menyediakan lapangan kerja, selama negara gagal mencerdaskan seluruh rakyatnya, TPPO akan terus ada.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Sofia Zakiah)