Bayangkan jika kunci masa depan tidak lagi terletak di kartu identitas, sidik jari, atau sandi digital. Tetapi, kunci masa depan ada di mata tepatnya di retina.
Baru-baru ini, ada fenomena global yang menarik perhatian banyak pihak. Fenomena tersebut adalah pendaftaran retina manusia ke dalam sistem digital milik perusahaan teknologi bernama World Coin.
Di berbagai belahan dunia seperti Jerman, Afrika, dan Asia, ribuan orang antre di depan sebuah alat bulat mengkilap bernama 'Orb'. Alat ini bukan sekedar kamera.
Orb memindai retina mata pengguna secara rinci dan menyimpan pola unik pembuluh darah yang tidak mungkin dipalsukan. Lalu, dari satu mata manusia lahirlah World ID. Ini adalah identitas digital yang diklaim tidak bisa diduplikasi.
World ID ini adalah proyek digital global yang disebut mampu membedakan manusia dari kecerdasan buatan (AI) lewat teknologi pemindaian retina mata. Setiap manusia yang berhasil memindai retina mata mendapatkan imbalan satu set token kripto atau uang digital.
Beberapa orang menyebut ini sebagai inovasi. Namun, beberapa orang lainnya menyebutnya sebagai eksploitasi.
World Coin adalah proyek milik Sam Altman yang juga CEO OpenAI. Ia berambisi menciptakan sistem identitas global berbasis biometrik.
Beberapa negara seperti Spanyol dan Korea Selatan telah menghentikan operasi World Coin atau memeriksa kembali izin mereka. Uni Eropa juga sedang menyelidiki dan memberhentikan aktivitas scan retina mata.
Otoritas Perlindungan Data Portugal bahkan mengeluarkan larangan tiga bulan karena menerima keluhan perusahaan ini memindai bola mata anak-anak. Di balik janji dunia digital yang inklusif, ternyata ada kekhawatiran besar bahwa teknologi bisa menjadi bentuk pengawasan massal terselubung.
Komisi Perlindungan Informasi Pribadi Korea Selatan misalnya. Mereka menjatuhkan denda 1,14 miliar won kepada World Coin dan Tools For Humanity atas kegagalan yang berkaitan dengan persyaratan keterbukaan informasi.
Pemerintah Indonesia sendiri telah mengambil sikap dan langkah tegas terkait aktivitas pemindaian retina oleh layanan World Coin dan World ID. Melalui Kementerian Komunikasi dan Digital, pemerintah membukukan sementara izin operasional kedua layanan tersebut di tanggal 4 Mei 2025.
Langkah ini diambil sebagai respons atas laporan masyarakat soal aktivitas mencurigakan dan potensi pelanggaran terhadap regulasi penyelenggaraan sistem elektronik. Alasan pembukuan ini didasarkan pada beberapa temuan.
Misalnya, ada iming-iming imbalan uang tunai. Warga di Bekasi dan Depok dilaporkan menerima imbalan antara Rp300.000 sampai Rp800.000 agar matanya dipindai menggunakan perangkat bernama Orb. Praktik ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya eksploitasi data pribadi dengan imbalan yang tidak sebanding.
Alasan pembekuan selanjutnya adalah ketidakpatuhan terhadap regulasi. PT Terang Bulan Abadi sebagai mitra lokal World Coin diketahui belum terdaftar sebagai PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) secara resmi. Selain itu, layanan World Coin tercatat menggunakan TDPSE (Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik) atas nama badan hukum lain, yaitu PT Sandina Abadi Nusantara sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas operasional mereka.
Pemerintah Indonesia juga khawatir terhadap data biometrik, seperti pemindahan retina yang masuk dalam kategori data pribadi yang sangat sensitif. Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi, proses data semacam ini memerlukan persetujuan secara eksplisit.