Amerika Serikat (AS) resmi menaikkan tarif impor untuk sejumlah negara, termasuk Indonesia, dengan beban tarif sebesar 32 persen.
Kebijakan ini berdampak pada produk seperti tekstil, minyak sawit, dan komponen elektronik, serta berpotensi memperburuk ketidakpastian ekonomi global.
Presiden AS Donald Trump menyebut kenaikan tarif ini sebagai langkah adil untuk melindungi industri dalam negeri AS. Dia menilai kebijakan ini sebagai bentuk keadilan perdagangan, karena negara lain juga mengenakan tarif atas produk asal Amerika Serikat.
"China mengenakan tarif 67 persen pada kita, jadi kita juga mengenakan tarif kepada mereka. Kita tidak pernah mengenakan tarif sebelumnya, tapi sekarang kita akan melakukannya," kata Trump seperti dikutip dari
Zona Bisnis Metro TV, Jumat, 4 April 2025.
Keputusan ini juga memperketat
persaingan pasar, termasuk bagi Indonesia. Dalam hal ini menjadi bagian dari perang dagang antara AS dan Tiongkok yang berpotensi meningkatkan ketidakpastian ekonomi global.
Direktur Eksekutif
Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, memperingatkan dampaknya. Dia membeberkan, bahkan Indonesia bisa terkena banjir produk
Tiongkok jika Tiongkok kesulitan masuk ke pasar AS.
"Ketika Tiongkok kesulitan masuk ke
pasar AS, mereka akan mencari alternatif, dan Indonesia bisa terkena banjir produk Tiongkok," ujarnya.
Pemerintah diharapkan segera menyiapkan strategi negosiasi agar Indonesia tidak semakin terdampak. Menteri Keuangan (
Menkeu) Sri Mulyani menegaskan bahwa perang dagang kini menjadi ancaman serius.
"Hampir semua negara tidak segan menggunakan tarif untuk melindungi industri dan
ekonomi mereka," katanya.
Di tingkat konsumen, kebijakan ini berpotensi meningkatkan harga produk impor dari AS, seperti susu dan gandum. Sementara itu, negara-negara dengan surplus perdagangan besar tapi tarif rendah, seperti
Inggris, Australia, dan Brasil, hanya dikenakan tambahan tarif sebesar 10 persen.
(Zein Zahiratul Fauziyyah)