NEWSTICKER

Bedah Editorial MI: Sudahlah, Paman

N/A • 8 November 2023 09:43

Apresiasi setinggi-tingginya kita berikan pada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Keputusan MKMK memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK adalah langkah pertama untuk memulihkan marwah MK.

Dalam sidang pengucapan putusan kasus dugaan pelanggaran etik terhadap sembilan hakim MK, kemarin, MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik hakim MK. Selain memberhentikan Anwar dari jabatan Ketua MK, MKMK memutuskan Anwar tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim MK berakhir.

Masih dalam putusan, Anwar juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pilpres, Pileg, dan Pilkada. Sementara untuk pemilihan pimpinan MK yang baru, MKMK memerintahkan Wakil Ketua MK untuk dalam waktu 2x24 jam menyelenggarakan pemilihan pimpinan yang baru sesuai perundang-undangan.

Putusan itu memang memiliki satu dissenting opinion atau pendapat yang berbeda, yakni dari anggota MKMK Prof. Bintan R. Saragih. Namun dalam pendapatnya, Bintan bukanlah tidak sepakat dengan Ketua MKMK Jimly Asshidiqie dan Hakim MK, Wahiddudin Adams. Justru, Bintan menilai semestinya diberikan sanksi lebih berat terhadap Anwar, yakni pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim konstitusi. 

Bagaimanapun, bulatnya pendapat tiga hakim MKMK atas pelanggaran berat Anwar menegaskan dosa besar sang penjaga konstitusi. Dalam sejarah MK, ini merupakan kali kedua Ketua MK diberhentikan dari jabatannya oleh MKMK. Sebelumnya, pada 2013, Akil Mohctar diberhentikan tidak dengan hormat dan hingga kini menjalani penjara seumur hidup atas tindak pidana pencucian uang sengketa Pilkada.

Meski tidak seberat Akil, sanksi terhadap Anwar juga patut dilihat sebagai kebijaksaanaan MKMK untuk kepastian hukum. Pemberhentian sebagai Ketua MK, sudah cukup melucuti kekuasaan Anwar dan sekaligus, tidak membuka celah upaya banding. Dengan begitu, keputusan MKMK bisa langsung berlaku efektif. 

Kini, langkah selanjutnya untuk pemulihan marwah MK harus dilanjutkan. Wakil Ketua MK Saldi Isra harus segera menyelenggarakan pemilihan pimpinan MK. Kita pun menuntut seluruh Hakim MK, ke depan, menjunjung tinggi kode etik hakim tanpa cela. Keputusan sidang MKMK bahwa keseluruh hakim MK terbukti melanggar kode etik, meski tidak seberat Anwar, sudah merupakan borok besar dalam peradilan konstitusi kita. Coreng serupa tidak boleh lagi terjadi.

Integritas terhadap kode etik pun harus bisa ditunjukkan para hakim MK dalam sidang gugatan batas usia minimum capres-cawapres,yang akan kembali digelar esok atau bersamaan dengan hari terakhir pendaftaran bakal calon pengganti Capres/Cawapres ke KPU. 

Materi gugatan adalah Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya telah diubah secara kontroversial lewat Putusan MK 90/PUU-XXI /2023. Lewat putusan itulah Wali Kota Solo yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka dapat dicalonkan menjadi calon wakil Presiden di Pilpres 2024. 

Kali ini, gugatan ini diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama (NU) Indonesia, Brahma Aryana (23). Ia mempersoalkan, 5 hakim konstitusi yang setuju mengubah syarat usia minimum capres-cawapres, tak bulat pandangan. Sesuai dengan putusan MKMK maka Anwar jelas tidak dapat terlibat dalam persidangan gugatan ini. Namun demikian, putusan atas gugatan batas usia capres/cawapres teranyar ini berlaku pada Pilpres 2029. 

Anwar Usman yang juga adik ipar Presiden JOkowi ini telah kehilangan muruahnya sebagai hakim konstitusi meski secara formal masih menjabat sebagai hakim hingga masa akhir jabatan. Pelanggaran berat etika telah merontokkan martabatnya sebagai sosok yang kerap disebut sebagai Wakil Tuhan di muka bumi. 

Begitu pula putusan perkara nomor 90 tahun 2023 yang memberikan karpet merah untuk Gibran sebagai pendamping capres Prabowo Subianto dengan norma baru, telah kehilangan legitimasi moral untuk dijadikan landasan dalam berkontestasi dalam Pilpres. Sebaiknya Anwar Usman mengundurkan diri. Jangan ngotot bertahan dengan jubah kebesaran hakim nan mulia, namun Anda berdiri pada kaki-kaki moral yang rapuh dan keropos. Sudahlah, paman!

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Sofia Zakiah)