KPU hingga ANRI Dilaporkan ke Bareskrim Polri dalam Kasus Ijazah Jokowi

9 November 2025 01:11

Kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) belum selesai. Peneliti terindeks Scopus, Bonatua Silalahi melaporkan kasus dugaan tindak pidana kearsipan ke Bareskrim Polri, buntut aparat kepolisian tak kunjung membuka ijazah asli Jokowi ke publik.

Kuasa hukum Bonatua, Abdul Gafur Sangadji mengatakan ijazah Jokowi tidak pernah diarsipkan sejak Jokowi mencalonkan diri sebagai calon Wali Kota Solo dua periode, calon Gubernur DKI Jakarta, dan calon Presiden Republik Indonesia. Hal itu dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Adapun, terlapor dalam laporan ini ialah Komisioner atau Sekjen KPU RI periode 2014 sampai 2024, Komisioner atau Sekretaris KPU DKI Jakarta periode 2012 dan 2017, Kepala Arsip Negara Republik Indonesia periode 2012 dan 2024, Pejabat Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemprov DKI Jakarta periode 2012 dan 2017. Lalu, Pejabat Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemkot Surakarta periode 2005 sampai 2015, dan Komisioner serta Sekretaris KPU Kota Solo periode 2005 dan 2010.

"Yang kami laporkan itu ada 4 pasal, yang pertama adalah Pasal 83 Undang-Undang Kearsipan terkait dengan Dugaan Tindak Pidana Kearsipan," kata Abdul di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat,

Abdul melanjutkan, kedua yaitu Pasal 86 Undang-Undang Kearsipan. Lalu, Pasal 55 dan 56 KUHP tentang penyertaan Dugaan Tindak Pidana.

Abdul menyebut materi pokok perkara yang dilaporkan adalah mengungkap keberadaan ijazah Joko Widodo yang sampai hari ini belum diarsipkan di dalam Lembaga Kearsipan Daerah dan Kearsipan Nasional atau Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Padahal, kata dia, berdasarkan Undang-Undang Kearsipan, dan Undang-Undang Pemilu, serta Peraturan KPU dokumen seorang Kepala Daerah dan Presiden terpilih setelah melewati batas tertentu yaitu di atas 5 tahun wajib diarsipkan dalam Kearsipan.

"Karena arsip itu adalah bagian dari identitas bangsa Indonesia. Arsip itu adalah portret perjalanan sejarah bangsa," ungkapnya.

Abdul menuturkan Jokowi pernah memenangkan pertarungan Gubernur Jakarta melalui pilkada langsung dan memenangkan pemilihan Presiden dua periode yang dipilih langsung oleh rakyat. Namun, sampai hari ini ijazahnya sama sekali belum diarsipkan.

"Kami tidak berbicara tentang keaslian ijazah atau tidak, palsu atau tidak palsu. Tapi yang kami bicarakan adalah kewajiban lembaga-lembaga kearsipan yang harusnya dimulai dari KPUD, KPU RI menyerahkan dokumen itu kepada Lembaga Arsip Daerah dan Lembaga Arsip Nasional," jelasnya.
 

Baca juga: Bunyi 11 Pasal yang Menjerat 8 Tersangka Tudingan Ijazah Palsu Jokowi

Abdul memandang tak pernah mengarsipkan ijazah Jokowi pertanda bahwa memang keberadaan ijazah tersebut misterius. Sehingga, laporan tentang dugaan tindak pidana kearsipan ini dinilai akan membuka kotak pandora baru, bahwa bukan hanya orang yang sedang meneliti ijazah Jokowi saja menjadi tersangka, tetapi lembaga-lembaga yang diberikan kewenangannya oleh undang-undang untuk mengarsipkan dokumen juga harus mempertanggung jawabkan tugasnya.

Pelapor, Bonatua Silalahi menambahkan ia telah menyurati delapan kementerian lembaga untuk mendapatkan dokumen autentik ijazah Jokowi, seperti fotokopi yang terlegalisir. Namun, dokumen-dokumen yang ia peroleh dari KPU RI dan KPUD terungkap bahwa belum pernah ada penyandingan langsung antara asli dan fotokopi yang dilegalisir.

Menurutnya, KPU tidak memverifikasi karena dalam undang-undang PKPU menyebut itu dapat dilakukan, artinya bisa saja dilakukan dan tidak dilakukan. Bila telah terlihat terleglisir, KPU tidak lagi mengecek ijazah asli untuk disandingkan dengan fotokopi.

Oleh karena ia seorang peneliti yang membutuhkan data autentik, Bonatua melaporkan ke Bareskrim Polri dengan tujuan dapat memberikan dokumen ijazah Jokowi yang divalidasi secara hukum oleh lembaga kearsipan daerah maupun ANRI. Bonatua mengatakan dalam undang-undang ANRI, setiap ada penyerahan dokumen maka lembaga kearsipan atau ANRI wajib mengautentifikasi menggunakan tenaga ahli yang kompeten, seperti arsiparis dan ahli forensik dokumen.

"Jadi, harapan kita adalah semoga, ya nanti melalui Mabes Polri ya, Bereskrim bisa menyakinkan publik. Tidak salah juga ya, meskipun terlambat, ya bisa saja aslinya ditunjukkan sekarang ya, lalu disandingkan dengan dokumen-dokumen telah kami kumpulkan begitu," pungkasnya. 

Polda Metro Jaya Menetapkan 8 Tersangka Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Adapun, dalam kasus dugaan pencemaran nama baik sand fitnah atas tudingan ijazah palsu Jokowi, Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan tersangka. Para tersangka dibagi menjadi dua klaster. 

Klaster pertama adalah Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Muhammad Rizal Fadillah, Rustam Effendi, Damai Hari Lubis. Sedangkan, klaster kedua ialah Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Dokter Tifauziah Tyassuma alias dokter Tifa.

Tersangka klaster pertama dikenakan Pasal 310, Pasal 311, Pasal 160 KUHP, Pasal 27a Juncto Pasal 45 Ayat 4, Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45a Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang ITE.  

Sementara untuk klaster kedua dikenakan Pasal 310, Pasal 311 KUHP, Pasal 32 Ayat 1 Juncto Pasal 48 Ayat 1, Pasal 35 Juncto Pasal 51 Ayat 1, Pasal 27a Junto Pasal 45 Ayat 4, Pasal 28 Ayat 2 Junto Pasal 45a Ayat 2 Undang-Undang ITE.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggie Meidyana)