Siswa pelaku ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta Utara disebut terinspirasi oleh sejumlah tokoh ekstremisme. Dendam pelaku ini juga diduga menjadi penyebab siswa SMA Negeri 72 itu melakukan aksi kekerasan hingga menyebabkan jatuhnya korban.
Kejahatan terorisme tidak melulu terjadi karena pemahaman agama yang keliru. Meski kepolisian menilai tragedi ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta bukan terorisme, tapi aksi kekerasan ini harus lebih diwaspadai.
Setara Institut menilai tragedi ini bukan peristiwa kriminal biasa dan patut diduga mengarah pada terorisme. Hal ini ditegaskan dengan dugaan koneksi dengan ideologi ekstremisme global di mana terduga pelaku diduga terinspirasi dari pelaku teror penembakan di masjid di berbagai negara.
"Tindakan itu bukan tindakan kriminal biasa. Tindakan yang dilakukan oleh FN itu tindakan yang mengarah pada ideologi atau narasi ekstrem. Motifnya bisa macam-macam. Yang bersangkutan itu tidak terkait dengan jaringan teroris misalnya, itu satu hal. Tapi yang bersangkutan mengekspresikan keyakinannya, kepercayaannya, kemudian dia mengekspresikan itu dalam bentuk upaya untuk menyakiti yang lain. Itu tindakan ekstrem yang menurut saya harus dicegah sehingga mau dia tidak terlipat dalam jaringan teroris sekalipun itu tetap harus kita baca sebagai peringatan sangat keras kepada kita semua," kata Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan dalam Selamat Pagi Indonesia, Metro TV, 13 November 2025.
Terorisme Tak Hanya Bersumber dari Kelompok Tradisional
Internet dinilai bisa menjadi sarana radikalisasi berbagai ideologi yang dapat memicu seseorang melakukan kekerasan ataupun teror hingga menyebabkan jatuh korban. Kasus di SMA Negeri 72 menjadi refleksi agar orang
tua lebih dekat dengan anaknya sehingga internet termasuk sosial media dan
game online tidak dijadikan pelarian yang membawa dampak buruk.
"Kalau kita bicara masalah terorisme, kita tidak bisa menuduh kepada kelompok-kelompok tradisional yang kita selama ini selalu sebut seperti Jemaah Islamiah, Jamaah Ansharut Daulah, dan sebagainya. Tetapi dengan adanya
internet ini seseorang terradikalisasi itu menyomot berbagai macam ideologi," kata Analis Terorisme Noor Huda Ismail.
"Dalam konteks ini yang menarik dia seorang bukan kulit putih tetapi mengimajinasikan dirinya bagian dari kelompok
ekstrimis kulit putih. Kalau kita percaya bahwa yang ditulis-tulis itu betul-betul refleksi dari ideologinya ini artinya internet, sosial media ada sebuah subculture atau bagian budaya yang membentuk identitas anak-anak kita," tambahnya.
Pelaku Kerap Mengunjungi Dark Web
Densus 88 Anti Teror Polri mengungkap siswa berinisial F itu merakit bom sendiri dengan melihat tutorial di internet. Pelaku juga kerap mengunjungi situs yang memuat video dan foto sadis.
Selain itu, Deus menyebut pelaku memiliki motivasi dendam dan terinspirasi dengan enam tokoh ekstremisme.
"Dirakit sendiri dan pelaku mengakses internet cara-cara merakit bom. Yang bersangkutan kerap mengunjungi komunitas daring terutama forum-forum dan situs gelap (dark web)," ujar Juru Bicara Densus 88 AKBP Mayndra Eka Wardhana.
"Situs gelap itu memuat video atau foto orang yang benar-benar meninggal dunia akibat perang, kecelakaan, pembunuhan, dan kejadian brutal lainnya," sambungnya.