10 October 2025 11:45
Purbaya Yudhi Sadewa menorehkan kesan kurang mengenakkan begitu dilantik sebagai menteri keuangan. Ia mengeluarkan kalimat yang terkesan mengabaikan suasana kebatinan masyarakat dan tidak sensitif terkait dengan Gerakan 17+8.
Ketika itu, Purbaya sesumbar akan menciptakan pertumbuhan ekonomi 6%-7% agar demonstrasi hilang karena rakyat sibuk cari kerja dan makan enak. Ucapan itu sontak menyulut kegaduhan, namun tidak berlangsung lama, karena Purbaya bergerak cepat dan mengaku salah.
Bak gayung bersambut, publik pun membukakan pintu maaf. Purbaya bisa langsung tancap gas menjalankan kerja-kerja sebagai bendahara negara. Energi masyarakat pun tidak tersita pada kontroversi dan perdebatan tanpa ujung.
Ketika suasana sudah kondusif dan tidak ada lagi pertentangan dengan masyarakat, Purbaya yang dijuluki 'si menteri koboi' terus melahirkan gebrakan dan terobosan. Sederet kebijakannya bahkan sudah mulai membikin pejabat negara geleng-geleng kepala.
Manuver pertamanya ialah menyuntikkan Rp200 triliun uang negara yang ada di Bank Indonesia ke himpunan bank milik negara (Himbara) untuk menambah llikuiditas. Tujuannya adalah mendorong penyaluran kredit agar roda ekonomi kian kencang berputar dan sektor riil kembali bergairah.
Pada awal rencana penempatan dana, pihak perbankan sempat menyatakan keberatan dan mengaku hanya mampu menyerap Rp7 triliun. Namun, ia tetap teguh pada kebijakannya, seraya meminta pihak bank mencari sendiri cara untuk menyerap dana dari pemerintah.
Dalam keteguhannya itu, Purbaya seperti menabuh genderang dan menghidupkan alarm bahwa dalam urusan negara, kreativitas amatlah dibutuhkan. Pejabat bank pantang terlena dengan cara-cara lama, tetapi harus cerdik dan cerdas dalam menjemput solusi.
Akan tetapi, Purbaya rupanya tidak berdiam begitu saja dan membiarkan Himbara berjalan sendiri. Ia rajin blusukan berbalut inspeksi mendadak (sidak). Ada dua bank milik negara yang sudah ia sambangi, yakni BNI pada Senin (29/9) dan Bank Mandiri pada Senin (6/10).
Purbaya ingin memastikan penempatan uang negara berjalan optimal. Mantan Kepala Lembaga Simpan Pinjam (LPS) itu seolah mengirim pesan dirinya tidak asal membuat kebijakan. Sebaliknya, ia ingin terlibat merasakan sendiri denyut tantangan yang dihadapi dunia perbankan.
Langkah Purbaya mengingatkan kita pada falsafah Ki Hadjar Dewantara, tut wuri handayani. Ia membiarkan dunia perbankan berkreasi sendiri dalam melakukan penyerapan, seraya memberi dorongan dari belakang agar arah gerak mereka tetap terjaga di jalur yang benar.
Publik kini mendapat kesan positif terhadap suksesor Sri Mulyani itu. Ia bukan hanya pembuat kebijakan, melainkan pengiring perjalanan. Sidak Purbaya tidak untuk menghakimi, melainkan hendak memberi ruang tumbuh kepada jajaran direksi Himbara.
Sebagian publik ada yang menyangsikan gebrakan Purbaya itu. Mereka melihat sang menteri sekadar menggebrak tanpa lebih dulu menyelami duduk persoalan seretnya pemberian kredit di perbankan. Mereka yang mengkritik itu pun meminta Purbaya tidak meneruskan langkahnya itu.
Lagi-lagi Purbaya bergeming. Ia akan terus melakukan pemantauan terhadap penyaluran dana ke Himbara. Saat tinjauan ke Himbara itu, Purbaya menyebut bahwa perbankan justru ingin digerojok dana lagi.
Publik yang semula apatis kini mulai menaruh harapan terhadap Purbaya dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Namun, jawaban sesungguhnya akan terlihat setidaknya akhir tahun ini. Publik sangat berharap terobosan Purbaya bukan gimmick belaka.
Si Menteri Koboi harus menjadi pemimpin tulen, tahu kapan waktunya menembak dan kapan saatnya menuntun. Publik butuh efek nyata, alih-alih sekadar efek kejut.