PIDATO Presiden Parbowo Subianto saat memberi arahan pada Apel Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) 2024 Polri pada Rabu (11/12) lalu, mestinya menjadi arahan yang benderang bagaimana aparat negara segera bertindak. Ketika itu Presiden menginstruksikan para perwira menengah dan perwira tinggi Polri agar segera menutup semua celah kebocoran keuangan negara, utamanya dalam tindakan penyeludupan, korupsi, dan peredaran narkoba.
Semakin menarik jika instruksi Presiden itu dipadankan dipadankan dengan pertanyaan, bukankah itu sudah jadi tugas sehari-hari seorang polisi? Ada apa dengan Korps Bhayangkara sampai Presiden mesti mengeluarkan instruksi secara lisan?
Pemberantasan aksi penyelundupan, korupsi, dan narkoba tentu menjadi pelajaran dasar saat para pamen dan pati menjalani pendidikan polisi. Mulai dari pelajaran tentang KUHP sebagai dasar hukumnya, hingga teknik pemberantasannya.
Pelajaran itu tentu diulang-ulang diajarkan kepada para calon anggota polisi sejak Polri berdiri 1 Juli 1946 silam. Tak ada yang baru dari semua aksi pidana itu, hanya pelakunya yang tiap saat terus bermunculan wajah baru.
Ambil contoh pemberantasan korupsi. Presiden pertama Soekarno sampai membentuk Badan Pengawasan Kegiatan Aparatur Negara (Bapekan) pada 1959 silam untuk membantu tugas Polri. Badan itu dibentuk mengingat korupsi saat itu sudah menggila di usia Republik yang masih belia. Namun, nyatanya korupsi tetap subur dan terus bersemi sepanjang tahun.
Begitu pula dengan masalah penyelundupan. Pada 1968 silam, saat menjabat Menteri Keuangan kala itu, Ali Wardhana mendapati penyelundupan terjadi terang-terangan di depan mata aparat Bea Cukai. 'Denda damai' menjadi solusi semua pihak agar sama-sama senang.
Ali marah bukan kepalang dan berulang kali mengganti pejabat di badan itu. Nyatanya, penyelundupan tetap terus berlangsung.
Sama halnya dengan narkoba. Saat pemberantasan secara khusus ditangani Badan Koordinasi Intelijen Nasional (Bakin) pada 1971, narkoba tetap merajalela hingga sekarang. Pemasok dan pengguna datang silih berganti.
Persoalan korupsi, penyelundupan, dan narkoba yang ditekankan Presiden Prabowo baru-baru ini seakan membuka kembali kisah lama yang tak pernah usai. Para pelaku tindak pidana itu, bahkan korupsi dan narkoba, sudah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa, seperti terus meregenerasi diri, tak pernah ada habisnya.
Hal itu tentu menggelitik hati publik, sejauh apa kemampuan aparat penegak hukum kita menghadapi kejahatan dari zaman lampau itu?
Pertanyaan ini tentu juga dengan mudah langsung dijawab, ini soal mental. Ya, persoalan mental memang masih jadi masalah mendasar di negeri ini.
Berbagai aturan yang nyaris sempurna dibuat tak ada artinya jika aparat pelaksananya bermental kongkalikong. Begitu pula dengan berbagai badan pemberantasan yang terus dibentuk pemerintah, juga tak ada artinya jika semua masalah itu terus terjadi hingga sekarang, dan mungkin masih berlanjut ke masa yang akan datang.
Terakhir, Presiden Jokowi menerbitkan Perpres No 122/2024 untuk mendirikan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri. Entah apa bedanya dengan Direktorat Tindak Pidana Khusus Polri yang juga menangani kasus korupsi, atau juga Komisi Pemberantasan Korupsi, yang pasti mereka sama-sama menangani masalah korupsi.
Kita tentu mesti optimistis akan kehadiran semua lembaga negara itu. Jika belum bisa menghilangkan, minimal bisa menekan jumlah tindak pidana itu. Lalu bagaimana jika menekan juga tetap tak bisa?
Rasa optimisme masyarakat ini yang mesti terus dijaga pemerintah. Tapi, rakyat tentu mesti merasakan sudah sejauh mana aksi berbagai institusi dirasakan nyata oleh mereka. Jika rakyat selalu disuguhi drama ketimbang aksi nyata, wajar jika ada yang frustrasi dan kehilangan kepercayaan pada janji-janji.
Karena itu, perlu contoh dan praktik terbaik untuk memupuk optimisme. Salah satunya komitmen keteladanan. Lantai yang kotor hanya dapat dibersihkan oleh sapu yang bersih, bukan sapu kotor. Pidato Kepala Negara ialah perintah penting dan 'clear' agar kebocoran yang menjadi kisah klasik segala rezim bisa diakhiri saat ini.