Pemerintah memang membutuhkan utang untuk membangun negara dan menjalankan program serta kebijakan untuk mendongkrak perekonomian nasional. Tetapi bukan berarti pasrah saja melihat tumpukan utang yang terus menggunung seperti kondisi terkini.
Utang pemerintah kini mulai menjadi momok, pasalnya terus membengkak. Kementerian Keuangan mencatat utang hingga akhir Maret 2023 mencapai Rp7.879 Triliun. Angka ini naik lebih dari Rp800 triliun dibandingkan posisi Maret 2022, sebesar Rp7.052,5 triliun.
Situasi utang pemerintah ini cukup mengkhawatirkan, tidak hanya dari nominal yang terus naik, tetapi juga dampak ekonomi dari penggunaan utang masih minim.
Hal itu terlihat dari persentase kenaikan utang yang lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi per Maret 2022. Jumlah utang pemerintah naik 11,7% periode Maret 2022 hingga Maret 2023. Sementara, pertumbuhan ekonomi cuma naik 5,03% pada kuartal I 2023. Artinya, pengelolaan utang pemerintah buruk, tidak mampu mengerek pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari kenaikan utang.
Kondisi inilah yang membuat peringatan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait utang menemukan relevansinya. Menurut JK, Pemerintah saat ini membayar utang mencapai Rp1000 triliun dalam setahun, terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka.
Tumpukan utang ini potensial menjadi bom waktu jika tidak dikelola dengan hat-hati, mengingat kondisi perekonomian, baik domestik dan global yang belum pulih 100%.
Era pemerintahan Joko Widodo memang gencar mencari pembiayaan dari utang demi mengakselerasi pembangunan. Tercatat sejak 2014 Jokowi memimpin, peningkatan utang mencapai lebih dari Rp5000 triliun.
Ketika Jokowi dilantik sebagai presiden, utang Indonesia berada di angka Rp2.700 triliun. Dan kini, utang pemerintah hingga akhir Maret 2023 mencapai Rp7.879 Triliun.
Memang, rasio utang Indonesia masih di bawah batas yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60?ri PDB. Namun sudah melampaui rekomendasi International Monetary Fund (IMF) di angka 25%-35%.
Kini posisi utang pemerintah berada di angka 39,17?ri Produk Domestik Bruto (PDB). Posisi utang pemerintah ini sebenarnya sudah masuk zona lampu kuning. Artinya, pemerintah harus ekstra hati-hati mengelola utang.
Apalagi utang pemerintah ini didominasi lewat Surat Berharga Negara (SBN) yang nilainya mencapai Rp7.013,58 triliun. Terlalu bergantung pada SBN jelas akan berpotensi membuat pasar keuangan goyang, khususnya apabila sebagian besar investornya adalah asing.
Kekhawatiran inilah yang perlu diwaspadai oleh pemerintah. Jangan sampai Indonesia nantinya terjerembab dalam tumpukan utang yang potensial membuat negara ini masuk kategori gagal bayar, atau utang yang hanya menjadi beban bagi anak-cucu di masa depan.
Kita sangat mengapresiasi optimisme yang dilontarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa pembayaran utang pemerintah sampai saat masih terjaga dengan baik dan dilakukan sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.
Bendahara negara ini menekankan dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk utang, yang penting adalah dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Di mana, sebelum jatuh tempo, utang bisa dibayar.
Tetapi, antisipasi untuk mencegah terjadinya kemungkinan terburuk perlu kiranya dilakukan. Sudah saatnya pemerintah mengatur ulang pos pembiayaan utang. Manfaatkan utang seoptimal mungkin untuk mendongkrak perekonomian, bukan sekedar menambal kebutuhan negara yang tidak bersifat produktif.
Anggaran-anggaran yang tak perlu sebaiknya dipangkas untuk mengurangi kebutuhan belanja pemerintah. Membangun Ibu Kota Nusantara ditunda dulu sebaiknya.