NEWSTICKER

Menolak Jabatan KPK Diperpanjang

N/A • 17 May 2023 21:30

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat kontroversi lagi. Kali ini menyangkut upaya salah satu komisioner lembaga antirasuah itu yakni Nurul Ghufron. Uji materi tersebut diajukan Nurul sejak awal 2022 dan sidang perkaranya sedang berproses di MK. 

Awalnya Nurul mengajukan judicial review terhadap Pasal 29 huruf E UU No.19 Tahun 2019 Tentang KPK yang menggariskan bahwa usia minimal pimpinan KPK adalah 50 tahun. 

Dia juga menyoal Pasal 34 UU No.30 Tahun 2002 jo UU No.19 Tahun 2019 tentang periode jabatan pimpinan KPK. Dalam pasal itu, masa jabatan komisioner KPK ialah 4 tahun dan Nurul menuntut untuk disamakan dengan masa pemerintahan dan 12 lembaga lainnya yakni 5 tahun.

Uji materi terhadap undang-undang adalah hak setiap warga negara. Namun, hak hukum itu tak boleh digunakan suka-suka, asal-asalan, sekadar demi kepentingan pribadi. Apalagi untuk kepentingan politik tertentu. Lalu mengabaikan prinsip kepantasan dan kepatutan.

Harus kita katakan, motif dan tujuan itulah yang menonjol dari manuver Nurul. Dia mempersoalkan syarat usia minimal karena undang-undang lama dia tidak bisa lagi menyalonkan diri sebagai pimpinan KPK.

Umur Ghufron pada 2023 atau saat masa jabatannya berakhir baru 49 tahun. Gugatan itu berkolerasi dengan masa jabatan pimpinan KPK. Jika MK mengabulkan gugatannya. Jika masa jabatan komisioner menjadi 5 tahun, maka Nurul bisa menyalonkan diri lagi nanti. Jelas sebagai pimpinan KPK Ia lebih mengutamakan kepentingan pribadi ketimbang kelembagaan.

Nurul terkesan telah mempertontonkan ke publik sifat rakus pada kekuasaan. Karena begitu menikmati, Ia tak ingin kekuasaannya di KPK segera berakhir.

Kekuasaan empat komisioner lainnya termasuk Ketua KPK, Firli Bahuri, yang semestinya berakhir Desember 2023 nanti, juga bertambah satu tahun lagi jika uji materi Nurul dikabulkan MK.

Hanya itukah? Sangat layak ditenggarai ada agenda lain yang tersembunyi. Agenda yang sangat mungkin melibatkan unsur kekuasaan yang lebih besar untuk melanggengkan kekuasaan mereka.

Dengan kewenangannya, KPK amat rawan dibajak demi kepentingan penguasa. KPK yang semestinya bekerja semata berlandaskan hukum, bisa dibelokkan karena urusan politik. MK yang seharusnya kokoh sebagai penjaga konstitusi pun bisa dirapuhkan oleh kekuatan politik. 

Terlebih saat ini tahun politik. Awal tahun depan berlangsung kompetisi politik paling menentukan yakni pemilu legislatif dan pemilihan presiden.

Sulit bagi kita untuk tidak mengaitkan keinginan memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dengan politik. Keterkaitan itu makin terasa karena sampai detik ini, Presiden Jokowi belum juga membentuk panitia seleksi untuk menyeleksi pimpinan KPK periode 2023-2027. Beda dengan periode sebelumnya yang mana pansel dibentuk pada pertengahan Mei 2019. 

Keinginan pimpinan KPK memperpanjang masa jabatan juga amat sangat layak dipersoalkan karena buruknya kinerja mereka. Tak cuma disorot karena tak berdaya meringkus beberapa buronan termasuk politikus PDIP Harun Masiku, beragam kasus menerpa Firli dan kawan-kawan. 

Sebut saja yang terkini yaitu dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli soal pemberhentian Brigjen Endar Prihantoro sebagai direktur penyelidikan KPK. 

Firli diduga pula terlibat pembocoran dokumen hasil penyelidikan dugaan korupsi tunjangan kinerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Lalu wakil ketua KPK, Johanis Tanak diduga melakukan pelanggaran karena melakukan komunikasi dengan pihak di ESDM yang sedang beperkara. 

Alih-alih berbenah, pimpinan KPK malah sibuk ingin memperpanjang jabatan demi kekuasaan. Tidak ada alasan konstitusional untuk mengamini ambisi sesat itu.

Jangankan jabatan diperpanjang, maju kembali dalam pencalonan untuk dipilih pun mereka tak layak.
(Anggie Meidyana)

Tag

kpk