19 July 2023 09:09
Kecurangan masif pada sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi tahun ini menunjukkan borok besar yang belum juga teratasi. Borok itu tidak lain adalah kualitas pendidikan yang belum juga merata.
Tidak heran, sekolah unggulan/favorit tetap ada. Orangtua pun menggunakan segala macam cara, termasuk memalsukan domisili, demi anaknya masuk sekolah unggulan.
Di Jawa Barat (Jabar), tim pengaduan Disdik setempat menemukan 4.791 siswa dengan cara daftar illegal. Maka bisa dibayangkan berapa besar praktik kecurangan PPDB zonasi di Tanah Air karena tahun-tahun sebelumnya pun kecurigaan serupa telah diberitakan di berbagai daerah.
Langkah Disdik Jabar yang membatalkan ribuan siswa curang itu adalah sangat tepat. Langkah berani itu semestinya dilakukan Pemprov lainnya, termasuk DKI Jakarta, yang sudah mengakui setidaknya ada 23 siswa menggunakan KK orang lain.
Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono semestinya tidak sekadar meminta maaf, melainkan tegas membatalkan para siswa illegal itu. Tanpa pembatalan, Heru sama saja dengan mengakomodasi para maling. Mereka bukan saja orangtua siswa yang culas tetapi juga oknum sekolah maupun oknum Dinas Dukcapil.
Ketegasan akan praktik curang itu juga harus dibarengi dengan perbaikan sistem PPDB oleh Kemendikbudristek. Dengan kecurangan masif yang terus ada sudah saatnya Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB, yang menjadi landasan jalur zonasi itu, direvisi.
Cita-cita besar meratanya kualitas pendidikan sudah terbukti, tidak dapat dijawab dengan jalur zonasi. Pemerataan kualitas pendidikan bertumpu terlebih dulu pada pemerataan kualitas tenaga pendidik, kemudian fasilitas dan juga anggaran di tiap sekolah.
Meski semangat langkah-langkah pemerataan itu dilakukan, tidak berarti keberadaan sekolah unggulan/favorit justru dimatikan. Sebab, terbentuknya sekolah unggulan juga merupakan hal alamiah dari berbagai faktor. Bukan saja kualitas pendidik, melainkan juga demografi, geografi, dan berbagai faktor lainnya.
Kita pun bisa berkaca dari jenjang pendidikan yang lebih tinggi, di mana sejumlah universitas menjadi lebih unggul dibanding lainnya. Dan bukankah pemerintah sendiri juga mendorong universitas-universitas negeri untuk menjadi unggulan dunia? Maka jelas, terbentuknya sekolah yang lebih unggul dari lainnya merupakan hal yang tidak bisa dihindari.
Evaluasi jalur zonasi semestinya juga dibarengi dengan evaluasi jalur lainnya, khususnya jalur afirmasi dan prestasi. Pembagian kuota antara jalur-jalur tersebut semestinya tidak dipukul rata secara nasional namun memerhatikan berbagai faktor, mulai kualitas pendidik, hingga demografi. Sebab itu pemerintah pusat semestinya menyerahkan kewenangan soal kuota tersebut kepada pemerintah daerah. Terus berlangsungnya sistem PPDB cara pukul rata ini, pada akhirnya, bukan saja merugikan peserta didik melainkan juga membuat kita semakin jauh dari cita-cita pemerataan kualitas pendidikan.
Kecurangan masif pada PPDB tahun ini seharusnya tak sekadar pembatalan siswa curang melainkan juga di bawa ke ranah pidana. Manipulasi dokumen kependudukan dan jual beli kursi penerimaan siswa baru sudah saatnya dibawa ke ranah pidana. Tujuannya agar kecurangan tersebut tidak terulang kembali di masa yang akan datang.