Segera Sahkan RUU Perampasan Aset

27 June 2023 07:30

Korupsi disebut kejahatan extraodinary (luar biasa). Disebut demikian, karena dampak dari perbuatan ini sangat luas. Ia tidak hanya merugikan secara ekonomi namun juga sosial. Sarana infrastruktur yang bisa dibangun, misalnya, bisa jadi berkurang baik secara kualitas maupun kuantitas jika dananya dikorupsi. Efeknya pun berantai hingga dapat memengaruhi mutu pembangunan. Itu hanyalah salah satu contoh bagaimana dahsyatnya daya rusak korupsi.

Namun, meski daya rusaknya tinggi, sanksi terhadap koruptor di negeri ini justru seringkali lemah. Banyak kasus pelaku rasuah yang cuma divonis ringan. Selain itu harta mereka pun sulit disita, meski jelas terbukti telah merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, RUU perampasan aset tindak pidana mendesak untuk segera disahkan, karena payung hukum ini dapat menjadi salah satu faktor yang memberikan efek jera, selain vonis yang berat, tetunya.

Sayangnya, pembahasan RUU ini seperti jalan di tempat. Kendati telah masuk prolegnas, RUU yang telah digaungkan sejak dua dekade lalu, hingga hari ini tak juga dibahas di parlemen. Padahal, pemerintah sudah mengirimkan surat presiden beserta dengan dokumen akhir Rancangan Undang-Undang serta naskah akademik ke DPR RI. Artinya, bola kini ada di tangan anggota dewan. Wajar jika publik dan para pegiat antikorupsi mempertanyakan keseriusan para wakil rakyat ini dalam pemberantasan korupsi, atau jangan-jangan mereka takut jika RUU ini akan memukul diri sendiri karena kerap kali anggota dewan juga berperilaku koruptif?

Jika dilihat dari kacamata kepentingan publik, rasanya tidak ada alasan untuk terus menunda UU Perampasan Aset ini. Apalagi, di tengah terungkapnya kekayaan fantastis para pegawai pemerintahan yang mencurigakan, urgensi RUU ini mendesak disahkan karena bisa merampas aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan, seperti pada kasus Rafael Alun. Selama ini, perampasan aset bisa dilakukan jika seseorang terbukti melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) atau tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tapi, dengan disahkannya RUU Perampasan Aset nantinya, tindak pidana asal tidak lagi dibutuhkan.

?Sebagai salah satu negara yang telah menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Melawan Korupsi pada 2003 dan meratifikasinya dengan membuat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006, RUU Perampasan Aset atau yang juga dikenal dengan istilah asset recovery merupakan salah satu aturan yang seharusnya ada ketika suatu negara sudah menandatangani konvensi tersebut. Namun, hingga kini, aturan hukum soal itu belum juga disahkan, bahkan membahasnya pun ogah-ogahan. Atau jangan-jangan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini, memang cuma sebatas slogan? Kalau begini terus, rakyat akan semakin sengsara dan miskin, sementara para koruptor tetap sejahtera dan tak pernah jera.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggie Meidyana)