16 January 2024 18:11
Jakarta: Pengusahan bidang hiburan tidak dilibatkan pemerintah untuk mengkaji penaikan pajak hiburan. Pemerintah berupaya mengambil keputusan sepihak.
"Alhamdulillah tidak pernah dilibatkan," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani, Selasa, 16 Januari 2024.
Hana menyebut sikap pemerintah membuat para pengusaha resah. Mereka seperti tidak dianggap karena tidak dilibatkan diskusi.
"Kalau memang usaha kami diakui sebagai penyumbang terbesar dan memang masih diandalkan oleh pemerintah, ini artinya kami harus didengar," ujar Hana.
Hana menyayangkan pajak hiburan dinaikkan ketika sektor ini sedang bangkit. Mereka terpukul cukup lama akibat pandemi Covid-19 menerjang.
Dia menilai pemerintah seharusnya menaikkan pajak barang pada e-commerce. Konsumen kerap membeli minuman alkohol secara daring karena tidak ada pajak. Lalu menyewa apartemen atau tempat penginapan untuk melakukan pesta.
"sekarang trennya adalah bikin private party. Itu yang justru merugikan. Tidak ada pendapatan dan tidak ada perputaran ekonomi di sana," ucapnya.
Sebelumnya, pajak hiburan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Berdasarkan pasal 58 ayat 2, khusus tarif pajak barang dan jasa tertentu atas jasa hiburan ditetapkan paling rendah 40 persen hingga maksimal 75 persen. Namun tarif itu akan ditetapkan lebih lanjut berdasarkan peraturan daerah.
Pajak hiburan sendiri menjadi salah satu penopang penerimaan pajak di daerah. Dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat 15 Desember 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pajak daerah tumbuh didorong oleh peningkatan realisasi pajak dari sektor ekonomi yang bersifat konsumtif. Seperti pajak hotel, hiburan, restoran, dan parkir. Adapun realisasi penerimaan pajak daerah hingga November 2023 sebesar Rp22 triliun atau tumbuh 3,8 persen secara tahunan.