Wacana mediasi untuk menyelesaikan kasus polemik ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melibatkan tersangka Roy Suryo Cs, mendapat sambutan positif dari Komisi Percepatan Reformasi Polri dan dukungan dari DPR RI. Upaya damai ini dinilai dapat mengakhiri kegaduhan yang selama ini dinilai kontraproduktif.
Wacana mediasi ini diusulkan oleh aktivis '98, Faizal Assegaf, sebagai jalan keluar untuk mempertemukan pelapor Jokowi dengan pihak yang dituduh menyebarkan isu ijazah palsu.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menyatakan pihaknya mempersilakan kedua belah pihak untuk bertemu dan mencari jalan damai, asalkan keduanya sepakat menerima hasil, termasuk kemungkinan kasus tetap dilanjutkan ke ranah pidana jika mediasi gagal.
"Kalau misalnya ditemukan titik temu bisa enggak dilanjutkan pidananya. Tapi kalau seandainya tidak berhasil, ya lanjut, kan enggak apa-apa," ujar Jimly.
Ketua Komisi III Habiburokhman mendukung penuh penyelesaian perkara yang menjerat Roy Suryo Cs melalui mekanisme
restorative justice (keadilan restoratif). Politikus Partai Gerindra ini berpendapat bahwa kasus tersebut bisa diselesaikan secara damai, terutama jika menggunakan standar KUHAP baru.
Habiburokhman menganggap Roy Suryo Cs merupakan korban KUHAP yang sudah ketinggalan zaman. Menurutnya, berdasarkan standar KUHAP baru, sangat sulit bagi Roy Suryo Cs untuk dikenakan penahanan karena syarat penahanan bersifat objektif dan mereka bukan subjek yang akan melarikan diri.
Sementara itu, pakar hukum pidana Azmi Syahputra menyebut upaya keadilan restoratif yang jadi kewenangan penegak hukum bisa saja diterapkan dalam kasus
ijazah Jokowi. Namun untuk memulai jalan damai perlu terlebih dahulu mengungkap fakta ijazah di depan publik.
Berkaca pada kasus Hakim Konstitusi Arsul Sani, Azmi menilai bahwa untuk menerapkan restorative justice dalam kasus ijazah ini, perlu adanya keterbukaan fakta ijazah di depan publik terlebih dahulu. Menurut Azmi, restorative justice perlu memenuhi tiga hal yakni membuka fakta, menghentikan spekulasi atau polarisasi serta emulihkan kepercayaan publik.