Bupati Aceh Utara, Ismail A. Jalil, menyampaikan kritik di hadapan pimpinan DPR RI dan jajaran menteri dalam Rapat Koordinasi Satuan Tugas Pemulihan Pascabencana di Aceh pada Selasa, 30 Desember 2025. Ia menilai Aceh Utara seolah 'dianaktirikan' oleh pemerintah pusat karena penanganan yang lambat dan minimnya kunjungan pejabat negara ke wilayah tersebut pasca-bencana banjir bandang dan tanah longsor.
"Maka pada kesempatan ini mohon maaf bukan kasar saya sampaikan kepada beberapa menteri dan seluruh pemangku-pemangku kepentingan di Jakarta, tapi ini isi hati, kami kayak dianaktiri, berjuang sendiri. Sampai saat ini masyarakat masih tersolir dan masyarakat masih duduk ditenda-tenda," ungkap Ismail dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.
Dalam pernyataannya, Ismail menyebut bahwa Aceh Utara mengalami dampak yang jauh lebih besar dari yang terlihat di media. Namun, karena matinya jaringan telekomunikasi dan aliran listrik saat bencana terjadi, kondisi nyata di lapangan tidak menjadi 'viral' sehingga kurang mendapat perhatian pusat.
"Tapi pusat kayaknya tutup mata akibat kami tidak ada sinyal hp dan mati lampu. Makanya tidak viral. Mungkin itu alasan tidak hadir," kata Ismail.
Ismail menjelaskan bahwa dari 27 kecamatan di Aceh Utara, sebanyak 25 kecamatan terdampak parah. Sebanyak 696 gampong (desa) terendam, mencakup lebih dari 124.000 kepala keluarga atau sekitar 433.000 jiwa.
"Mungkin selama ini Pak Presiden selalu ke Tamiang, ke Takengon, atau ke Pidie Jaya, termasuk Pak Wakil Presiden. Tapi di Aceh Utara, saya tidak tahu apakah pusat tahu ada banjir? Karena sinyal tidak ada, Telkom mati. Makanya tidak viral," ujar Ismail.
Ia bahkan menyetarakan dahsyatnya kerusakan akibat banjir bandang ini dengan musibah tsunami. Sebab bencana alam yang terjadi pada akhir November tersebut telah meluluhlantakkan sebagian besar wilayah dari hulu hingga ke hilir.
"Rumah masyarakat hanyut, sarana ibadah hanyut, manusia terbawa arus. Kami hanya bisa melihat dari atap-atap menasah (surau) tanpa bisa memviralkannya," tambahnya.
Desak Pembangunan Huntara Sebelum Ramadan
Mengingat bulan suci Ramadan yang sudah di depan mata, Ismail mendesak pemerintah pusat untuk memprioritaskan pembangunan Hunian Sementara (Huntara). Hingga saat ini, banyak warga yang masih bertahan di tenda-tenda darurat.
"Masyarakat kami masih duduk di tenda-tenda biasa. Kami mohon pembangunan Huntara dan Hunian Tetap (Huntap) dipercepat agar pemulihan berjalan cepat," tegas Bupati.
Selain hunian, ia juga menyoroti rusaknya infrastruktur vital, termasuk 736 km jalan dan 67 jembatan yang rusak. Jebolnya bendungan juga mengancam terjadinya kelaparan massal di 10 kecamatan, karena irigasi pertanian yang terputus total.
Undangan Terbuka untuk Pemerintah Pusat
Menutup pernyataannya, Ismail secara resmi mengundang para pemangku kepentingan untuk melihat langsung kondisi sebenarnya di pelosok Aceh Utara, bukan sekadar meninjau dari pelabuhan atau daerah pinggiran.
"Secara resmi saya undang kita semua ke lapangan biar lihat langsung bagaimana bencana yang sesungguhnya di Aceh Utara," pungkasnya.
Hingga saat ini, kebutuhan mendesak warga Aceh Utara meliputi pemulihan listrik dan sinyal, pasokan gas elpiji, logistik makanan, obat-obatan, tenda, air bersih, serta alat berat untuk pembersihan material banjir.