28 July 2023 16:47
Mabes TNI mengaku keberatan atas langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Hendri Noviandi dan Letkol Avri Budi Cahyanto sebagai tersangka. TNI kecewa lantaran tak ada koordinasi yang dilakukan KPK.
"Dari tim kami terus terang keberatan kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya yang militer. Karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri. Namun pada saat press conference ternyata statement itu keluar," ujar Danpuspom TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko dalam konferensi pers dikutip dari Breaking News Metro TV, Jumat, 28 Juli 2023.
Selain itu, Agung juga mengatakan, seharusnya KPK dan TNI bisa saling menghormati. Karena, TNI tidak bisa menetapkan masyarakat sipil sebagai tersangka, begitu pula sebaliknya.
"Pada intinya kita saling menghormati, kita punya aturan masing-masing. TNI punya aturan, KPK punya aturan juga. Kami aparat TNI tidak bisa menempatkan orang sipil sebagai tersangka, begitu juga harapan kami, pihak KPK juga demikian. Mari kita sama-sama bersinergi untuk pemberantasan korupsi. TNI sangat mendukung pemberantasan korupsi," ujar Agung.
Sebagai informasi, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Kelimanya yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee sepuluh persen dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.