NEWSTICKER

Degradasi Cita-Cita Reformasi

N/A • 20 May 2023 14:00

Reformasi sudah 25 tahun belakangan, namun dua fokus utama agenda reformasi yakni pemberantasan korupsi dan demokratisasi mengalami kemerosotan. Belum lagi penegakan HAM dari terenggutnya nyawa empat aktivias gerakan reformasi. 

25 tahun silam, orde baru tumbang dengan pengorbanan. Di antaranya tragedi Trisakti yang merupakn titik balik gerakan reformasi. Pada 12 Mei 1998, sebanyak 4 mahasiswa universitas Trisakti ditembak saat berdemonstrasi menuntut Presiden Soeharto turun dari jabatannya. Hingga 2023, aktor utama di balik penembakan itu masih belum terungkap dan diadili. 

Akan tetapi, momen 25 tahun reformasi tahun ini begitu senyap. Tidak ada pernyataan khusus dari Presiden Jokowi. Presiden Jokowi malah menyampaikan usahanya mencari pemimpin antikorupsi dan merawat demokrasi yang merupakan cita-cita reformasi, di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (14/5/2023). Itu pun di depan ribuan relawan Jokowi bukan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. 

Kita butuh kepemimpinan yang kuat. Itu yang baru saya usahakan. Oleh sebab itu, kepemimpinan yang kuat itu dibutuhkan yang memiliki komitmen yang kuat untuk antikorupsi. Yang memiliki komitmen yang kuat untuk merawat demokrasi," ujar Jokowi. 

Pernyataan paradoks dengan kondisi negara ini di bawa kepemimpinannya. Lantaran, dua agenda besar reformasi yaitu pemberantasan korupsi kolusi nepotisme, KKN, dan demokratisasi, justru mengalami kemunduran di era Jokowi. 

Rezim Jokowi telah melemahkan KPK sejak 2019, melalui Undang-Undang. Penetapan tersangka suap terhadap dua hakim agung terjadi di era ini. 

Berdasarkan laporan transparency international, indeks persepsi korupsi Indonesia sempat naik dalam satu dekade, dari 32 ke 38. Namun pada 2022 turun empat poin dengan skor 34. Sedangkan untuk demokrasi, stagnan dan cenderung memburuk pada kategori 'Demokrasi Cacat' dengan skor di bawa tujuh. Pada awal 2015 sempat naik di angka 7,03. 

Hak politik dan kebebasan sipil di Indonesia pun merosot setelah era Susilo Bambang Yudhoyono dalam kategori bebas kini menjadi bebas sebagian. 

Terlihat bagaimana menjelang Pemilu 2024, segelintir kelompok bernafsu mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup melalui permohonan uji materi Undang-Undang tentang pemilu. Padahal, proporsional terbuka merupakan amanat reformasi di mana rakyat bebas memilih langsung calon legislatif. Di parlemen hanya PDIP yang menginginkan sistem proporsional tertutup. 

Sistem Proporsional tertutup memaksa rakyat hanya mencoblos lampang partai dan pertailah yang nentukan wakil mereka di parlemen. Haruskah kita kembali ke sistem tertutup seperti pada Pemilu 1995 atau di zaman oder baru? Harus tegas kita katakan tidak!
(Firny Firlandini Budi)