30 December 2025 22:51
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menggelar Rilis Akhir Tahun (RAT) 2025 untuk menyampaikan kinerja dan capaian institusi sepanjang tahun ini. Dalam agenda yang digelar di Gedung Rupatama Mabes Polri, Selasa 30 Desember 2025, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo memaparkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Polri mengalami peningkatan signifikan, mencapai angka 78,2 persen.
Capaian ini disampaikan Kapolri di hadapan para Pejabat Utama (PJU) Mabes Polri, termasuk Wakapolri Komjen Pol. Dedi Prasetyo, Astamaops Polri Komjen Pol. Fadil Imran, Irwasum Polri Komjen Pol. Wahyu Widada, hingga Kabareskrim Polri Komjen Pol. Syahardiantono.
Meski angka kepercayaan meningkat, Jenderal Sigit meminta jajarannya untuk tidak berpuas diri. Hasil survei nasional pada November 2025 tersebut harus dijadikan bahan evaluasi untuk terus memperbaiki dan membenahi kinerja institusi.
"Tingginya kepercayaan tersebut sejalan dengan kondisi keamanan di lingkungan tempat tinggal, di mana hasil survei sebanyak 85% responden menyatakan merasa aman. Sementara 13,1% merasa cukup aman, dan hanya sebagian kecil yang merasa tidak aman," ujar Jenderal Sigit.
Selain itu, survei mencatat 84,1% responden percaya bahwa Polri mampu melindungi masyarakat di wilayahnya.
"Tentunya kehadiran personel Polri di tengah masyarakat dirasakan membawa dampak positif. Ini tolong menjadi catatan bagi kita untuk terus ditingkatkan, terutama dalam menekan kriminalitas, menciptakan rasa aman, serta menjaga ketertiban dan stabilitas sosial," tegas Kapolri.
Ubah Paradigma Penanganan Demo: Dari Represif ke Humanis
Dalam kesempatan yang sama, Astamaops Polri Komjen Pol. Fadil Imran menyoroti evaluasi terkait penanganan aksi demonstrasi. Ia menekankan perlunya meninggalkan pendekatan represif yang sering dianggap tidak profesional dan memperkuat fungsi negosiasi di lapangan.
Fadil memperkenalkan arah baru pengamanan unjuk rasa dengan paradigma "Mutual Respect" (saling menghormati), meninggalkan paradigma lama "Crowd Control" (pengendalian massa) yang kaku.
"Refleksi penting bagi kami: Bagaimana sebenarnya publik memaknai kehadiran polisi dalam aksi massa? Sekarang kami mengenal tiga paradigma. Pertama, Crowd Control yang represif, ini memicu resistensi. Kedua, Crowd Management, polisi sebagai fasilitator. Ketiga yang ingin kita capai, Mutual Respect," jelas Fadil.
Menurutnya, dalam paradigma Mutual Respect, polisi hadir sebagai mitra publik yang berorientasi pada solusi.
"Inilah arah baru, bahwa pengamanan aksi tidak boleh hanya dilihat dari jumlah pasukan, tapi dari kualitas interaksi antara polisi dan masyarakat. Inilah pendekatan yang lebih manusiawi," tambahnya.
Polri Sebagai Penjaga Peradaban
Sementara itu, Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, menambahkan bahwa sosialisasi paradigma baru yang humanis ini akan terus diinternalisasi kepada seluruh anggota. Hal ini sejalan dengan visi Polri sebagai penjaga peradaban dan pejuang kemanusiaan.
Trunoyudo juga mengapresiasi masukan dan kritikan dari para pengamat, seperti Bambang Rukminto, yang dinilai sebagai bentuk kecintaan masyarakat agar Polri menjadi lebih baik.
"Disampaikan kritikan-kritikan itulah menjadi fooding (asupan) bagi kita. Kritikan menjadi bagian daripada kecintaan masyarakat terhadap Polri, sesuai dengan harapan masyarakat," ujar Trunoyudo.
Polri berkomitmen untuk terus membuka diri terhadap koreksi, mendengarkan aspirasi, serta menjadi garda terdepan dalam melindungi masyarakat, khususnya kelompok rentan.