Hari ini, Senin, 21 April 2025, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama dengan sejumlah stakeholder menggelar konferensi pers sebagai respons atas kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual yang dilakukan oknum dokter. Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan menyebut sampai 30 Maret 2025, pihaknya mendapatkan 620 laporan perundungan.
“Secara spesifik pemerkosaan tidak ada tapi memang ada pelaporan pelecehan seksual dari peserta PPDS. Ada tiga laporan sudah masuk dan sudah kita tindaklanjuti,” kata Inspektur Jenderal Kemenkes drg. Murti Utami dikutip dari Breaking News, Metro TV, Senin, 21 April 2025.
“Dari 620 laporan perundungan yang masuk, yang tempat perundungannya berada di Rumah Sakit Vertikal Kementerian Kesehatan itu ada 363 laporan. Dan untuk di luar rumah sakit vertikal itu ada 257. Ini biasanya saya berkolaborasi dengan Ibu Irjen Kemendikti Saintek Katarina untuk lokus-lokusnya di mana ada tiga rekomendasi yang kita mintakan untuk dihentikan prodinya,” sambungnya.
Sementara itu, Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) dr. Rachim Dinata Marsidi telah memaparkan action plan perbaikan mereka dalam kejadian pemerkosaan kemarin. “Action plan ini akan kami monitoring, akan kami evaluasi bersama dengan Ibu Katarina dari Kemendikti Saintek dan nanti menjadi bagian dari rekomendasi untuk pembukaan prodi,” kata Murti.
Ada Apa di Balik Kasus-Kasus PPDS?
Adapun Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan besarnya tekanan mental atau jiwa di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Salah satunya adalah karena minimnya pendapatan.
“Salah satu masalah kenapa
tekanan kejiwaan itu terjadi di PPDS sesudah saya bicara dengan beberapa orang dari mereka langsung. Hal itu terjadi karena mereka tidak ada pendapatan. Padahal mereka umumnya sudah berkeluarga dan sebelumnya sudah bekerja sebagai dokter umum. Terampil. Di sistem pendidikan program pendidikan dokter-dokter spesialis sekarang mereka hanya diberikan SIP sebagai peserta PPDS. Sehingga tidak dikenal di sistem PPJS kalau mereka bekerja untuk bisa mendapatkan pendapatan. Padahal kasihan mereka untuk menghidupi keluarganya,” jelasnya.
“Sehingga akibatnya juga terjadi yang masuk itu orang-orang kaya semua yang bisa masuk pendidikan PPDS. Entah dia didukung selama pelajaran oleh orang tua mereka jadi pasti anak orang kaya, atau mereka memang sudah mengumpulkan menabung uang cukup. Tetap saja sistem yang tidak sehat, karena di luar negeri kan PPDS itu pendidikan profesi jadi dia bisa sambil bekerja,” ucapnya.
Sebagai resolusinya, Budi meminta Dirjen Tenaga Kesehatan untuk menerbitkan Surat Izin Praktik (SIP) tambahan bagi semua peserta PPDS. Sehingga dalam masa pendidikan spesialis, para peserta pendidikan memiliki pendapatan.
“Itu sebabnya saya sudah minta Dirjen Tenaga Kesehatan untuk bisa menerbitkan lagi SIP tambahan bagi semua peserta
PPDS. Sehingga pada saat mereka belajar di rumah sakit pendidikan, mereka sebenarnya bisa jaga bangsal, bisa jaga IGD, bisa juga menemani konsulen gurunya juga melihat pasien dan beberapa tindakan nantinya juga tergantung tingkatan mereka. Itu bisa dilakukan juga oleh mereka sehingga dengan demikian mereka berhak juga untuk mendapatkan pendapatan dari situ,” ucapnya.
“Saya harapkan nanti tekanan finansial kepada peserta PPDS ini bisa kita kurangi. Sehingga mereka bisa hidup lebih normal sebagai seorang yang sudah berkeluarga, memiliki keterampilan,” kata dia.
Selain pemerkosaan, sengkarut dunia PPDS juga diwarnai oleh kasus bullying atau perundungan. Budi mengaku heran pelaku terpidana perundungan mendiang dokter Aulia Risma dapat menyelesaikan pendidikan lebih cepat.
“Kasus di Undip ini juga kita sedang dalami kenapa kok bisa seseorang yang sudah terbukti melakukan bullying kemudian dalam proses pidana kok bisa diluluskan gitu? Dan juga lulusnya aneh. Artinya pendidikan itu biasanya berapa semester, ini sebelumnya sebelum selesai proses pendidikannya sudah lulus lebih cepat,” kata dia.
“Yang bersangkutan sudah jelas-jelas melakukan kesalahan dan dalam proses pidana lagi, Kok kemudian malah lulusnya bisa lebih cepat gitu kayak orang yang sangat pintar dan sangat hebat. Jadi saya memang minta di Ibu Irjen untuk dilihat apa yang terjadi di pendidikan program pendidikan di Rumah Sakit Kariadi dan Undip,” tambahnya.