Pemerintah akhirnya menyatakan kasus 5.900 anak keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Diksi KLB terpampang saat konferensi pers usai 12 menteri, wakil menteri, dan kepala badan menggelar rapat koordinasi di Kementerian Kesehatan.
Ada Menko Bidang Pangan, Menteri Sekretariat Negara, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Menteri Kependudukan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. Ada pula Kepala Staf Kepresidenan, Kepala Badan Komunikasi Pemerintah, Kepala dan Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), serta Kepala Badan POM.
Para pejabat tinggi ini berhasil merumuskan sejumlah langkah evaluasi. Pertama, pemerintah akan menutup Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bermasalah selama masa evaluasi dan investigasi. Kedua, pemerintah akan mengevaluasi kedisiplinan, kualitas, dan kemampuan juru masak di seluruh SPPG.
Ketiga, SPPG sudah diwajibkan untuk sterilisasi seluruh alat makan dan memperbaiki proses sanitasi, khususnya kualitas dan alur limbah. Keempat, Presiden menginstruksikan agar semua kementerian, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan ikut aktif mengawasi.
Kelima, pemerintah akan mewajibkan semua dapur MBG memiliki Sertifikat Laik Higianis, dan Sanitasi (SLHS). Terakhir, pemerintah akan memberdayakan Puskesmas dan unit kesehatan sekolah ikut memantau SPPG secara rutin.
Sebelumnya, sejumlah pejabat tinggi negara juga dipanggil Presiden Prabowo ke Lanud Halim Perdanakusuma terkait kasus 5.900 anak keracunan MBG. Walau telah satu minggu melakukan lawatan mancanegara, Presiden menyatakan tetap memantau kondisi di Tanah Air, termasuk kasus 5.900 anak keracunan MBG. Presiden mengakui untuk memberi makan jutaan orang setiap hari pasti akan menemui hambatan.
"Tujuan makan bergizi adalah untuk anak-anak kita yang sering sulit makan. Untuk memberi makan sekian juta pasti ada hambatan rintangan. Ini kita atasi," ujarnya, kala itu.
Evaluasi program MBG sudah sesuai desakan masyarakat. Salah satunya Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang meminta evaluasi menyeluruh program MBG. Padahal, MBG dinilai sebagai program mulia untuk meningkatkan asupan nutrisi anak Indonesia.
"Cukup berhenti sampai sini keracunannya. Kalau program MBG-nya mau dilanjutkan silakan, tapi jangan ada jatuh korban keracunan lagi karena pada dasarnya MBG ini kan sebetulnya program yang mulia untuk meningkatkan nutrisi pada anak-anak sekolah," kata Ketua IDAI, dr. Piprim.
Sepanjang pekan lalu, dilaporkan sedikitnya 1.000 anak
keracunan MBG di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Korban keracunan terbagi dalam tiga kluster dapur SPPG.
Pertama, pada awal pekan lalu terjadi keracunan 474 anak penerima MBG yang diproduksi SPPG di Kampung Cipari, Desa Cijambu, Cipongkor. Dua hari kemudian, terjadi lagi keracunan 500 anak penerima MBG yang diproduksi SPPG Kampung Pasirsaji, Desa Neglasari, Cipongkor.
Kasus keracunan juga terjadi pada sedikitnya 50 anak penerima MBG yang diproduksi SPPG Desa Mekarmukti, Cihampelas. Korban keracunan umumnya mengalami pusing, lemas, bahkan sesak napas.
DPR pun mendorong aparat menegak hukum melakukan investigasi kasus keracunan MBG. BGN mengakui sejak Januari hingga 22 September 2025 tercatat 4.711 kasus keracunan EBG. Kasus paling banyak terjadi di Pulau Jawa.