19 August 2023 08:09
Saat berpidato di Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI - DPD RI 2023, Presiden Joko Widodo mengeluarkan pernyataan yang cukup menggelitik. Menurutnya, kepemimpinan hasil Pemilu 2024 sangat menentukan masa depan Indonesia. Jokowi menegaskan pemimpin ke depan setidaknya bisa bekerja sesuai dengan apa yang sudah dimulai saat ini. Hal itu dilakukan agar bangsa dan negara ini meraih Indonesia Emas 2045.
Mantan Wali Kota Solo ini menegaskan Indonesia memiliki peluang besar untuk meraih Indonesia Emas 2045, yakni menyabet posisi lima besar kekuatan ekonomi dunia. Jokowi menyebut pemerintah saat ini sudah menyiapkan strategi untuk meraih cita-cita tersebut. Pada usia emas itu, Indonesia akan memiliki bonus demografi di mana 68% warganya adalah penduduk usia produktif.
Pernyataan Presiden mengenai situasi kekinian tersebut terkesan hanya manis di atas kertas. Kondisi riil yang dialami masyarakat Indonesia kebanyakan seperti jauh panggang dari api. Sejumlah permasalahan masih terbilang kronis untuk dipecahkan.
Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, walaupun saat ini pendapatan domestik bruto (GDP) dengan penduduk berjumlah 276 juta mencapai Rp 5 ribu triliun, sebanyak lebih dari 57,17% tersebar di Pulau Jawa. Sisanya terdistribusi di wilayah lainnya di Indonesia.
Hal itu menunjukkan persoalan ketimpangan yang terjadi sejak awal kemerdekaan negara ini belum juga teratasi. Memang Jokowi menjanjikan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai salah satu solusi pemerintah untuk mengatasi ketimpangan. Namun, kebijakan tersebut masih dipertanyakan efektivitasnya, karena butuh ratusan triliun untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur IKN di tengah duit negara yang terbilang cekak. Sementara investor swasta, baik lokal maupun asing, yang diundang untuk berinvestasi di IKN hingga kini belum terlihat batang hidungnya.
Di sisi lain, praktik korupsi yang dituding sebagai penghambat utama pembangunan negara di negara tidak juga hilang. Kalaupun ada penindakan, masyarakat menyaksikan praktiknya masih bersifat tebang pilih dan cenderung hanya menjadi gimmick. Pemerintah dinilai tidak serius memerangi praktik rasuah.
Belum lagi persoalan utang luar negeri (ULN) Indonesia yang pada kuartal II 2023 tercatat sebesar US$ 396,3 miliar atau meningkat tiga kali lipat dibandingkan jumlah utang pada akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan sejumlah politisi di Senayan mengatakan praktik pengelolaan utang di masa Jokowi tak berjalan dengan baik dan hanya sekedar gali lubang tutup lubang.