Donald Trump Tegaskan Proposal Ambil Alih Gaza

13 February 2025 09:45

Perundungan untuk pemberlakuan fase kedua gencataan senjata Israel dan Hamas berlanjut di Qatar. Di tengah tarik ulur yang alot, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menegaskan proposal untuk mengambil alih Gaza dan merelokasi warganya.

Dalam perjalanan ke New Orleans di atas pesawat kepresidenan Air Force One Presiden Donald Trump kembali menyatakan proposalnya merelokasi warga Palestina di Gaza sambil membangun kembali Jalur Gaza.

"Kami berkomitmen mengambil alih Gaza, menguasainya dan mencegah Hamas kembali masuk ke sana. Siapa bisa masuk? Tempatnya hancur, semuanya luluh lantak, semua hancur. Bangunannya tak layak huni dan goyah. Tetapi kami akan kembangkan agar jadi indah dengan melibatkan negara lain, nanti jadi indah," ujar Trump dalam keterangannya.

Dlam program Meet Te Pess di NBC, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Mike Waltz menantang kritisi rencana ini untuk menawarkan solusi lebih baik.

"Anda tidak bisa sampai ke pasca reskonstruksi, anda tidak dapat membuat Gaza jadi 'Parisnya Laut Tengah' seperti Beirut di 70-an dan memberikan kehidupan lebih baik untuk warganya bila 1,8 juta orang hidup miskin di tengah puing-puing," ungkap Waltz.
 

Baca: Batas Waktu Gencatan Senjata Lebanon-Israel Diperpanjang hingga 28 Februari

"Bagi semua termasuk media yang tak suka proposal Trump, silakan beri ide yang lebih baik pada kami," tambah Waltz.

Proposal relokasi warga Gaza ke Mesir dan Yordania bergulir di tengah implementasi gencatan senjata dengan penarikan pasukan Israel dari koridor Netzarim yaitu wilayah Sepanjang 6 Kilometer yang membelah Gaza Utara dari Gaza selatan.

Hingga Senin, 10 Februari 2025, waktu setempat, 21 Sandra telah dibebaskan oleh Hamas. Sementara 730 tawanan dibebaskan oleh Israel sebagai bagian implementasi fase pertama dari gencatan senjata Israel-Hamas.

Lalu masalah rekonstruksi bakal ditangani setelah pemberlakuan fase ketiga gencatan sejata. Proposal merelokasi warga Gaza ditolak pejabat Palestina dan pemimpin negara-negara Arab.

Meski demikian usulan ini mendapat dukungan kuat dari rekan koalisi perdana Menteri Benjamin netanyahu dari haluan Ultra Kanan. Dan hal ini tidak mengjutkan bagi pengamat.

"Sangat alami bagi mereka untuk menyoraki ide seperti ini, karena pola pikir mereka bahwa mesianis, dengan solusi kolosal, serta transisi dan transformasi besar," ungkap Amotz Asa-El dari Shalom Hartman Institute.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Diva Rabiah)