.,
21 December 2025 18:19
Menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2026, sejumlah harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan signifikan di berbagai wilayah Indonesia. Kenaikan terutama terjadi pada komoditas cabai rawit, bawang merah, minyak goreng, telur, dan sejumlah sayuran. Sebagian harga bahkan melampaui harga eceran yang ditetapkan pemerintah.
Kondisi ini dipicu oleh gangguan distribusi dan meningkatnya permintaan masyarakat menjelang libur Nataru. Dalam dialog yang melibatkan akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat, muncul berbagai pandangan terkait lonjakan harga ini.
Hadir dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Ghani; pemilik kedai makanan di Semarang, Ade; dan konsumen dari Jawa Tengah, Ami.
Ade menyampaikan bahwa kenaikan pangan sudah sangat terasa. “Sebagai pemilik bisnis yang terjun langsung ke pasar, saya melihat beberapa komoditas, seperti sayur dan bumbu-bumbu mulai mengalami kenaikan signifikan. Dampaknya daya beli masyarakat turun sehingga strategi penyetokan perlu disesuaikan,” ujarnya.
Ami pun merasakan hal serupa. “Kuantitas barang seperti dikurangi pedagang,” katanya. Menurut Ami, kenaikan mulai terasa sejak akhir November. Sementara itu, Ghani berpendapat bahwa faktor penyebab utama dari kenaikan harga ini adalah inflasi siklikal yang biasa terjadi pada periode tertentu, seperti Nataru, Lebaran, puasa, dan tahun ajaran baru.
Ghani juga menjelaskan bahwa cuaca berpengaruh besar, terutama pada komoditas yang volatil, seperti cabai. Saat musim hujan ekstrem, produksi menurun, pasokan berkurang, dan harga melonjak. Selain itu, ekspektasi pedagang terhadap kenaikan harga dapat memicu penimbunan barang sehingga pasokan berkurang.
Ade mengaku omzet usahanya ikut terdampak. Meski demikian, ia tetap menjaga kualitas dan kuantitas produknya, dan memilih menambah variasi menu untuk menunjang penjualan. Di sisi lain, Ami sebagai konsumen memilih mengganti bahan pokok dengan yang lebih murah. “Biasanya beli ayam, tapi karena naik jadi beralih ke telur atau tempe tahu dulu,” ucapnya.
Ghani menilai pola kenaikan harga pangan terjadi berulang setiap akhir tahun dan dianggap wajar. Namun, ia menekankan peran pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk melakukan intervensi pasar jika terjadi kekurangan pasokan.
Ade mengaku belum pernah menemui tim pemerintah saat berbelanja di pasar. Ia berharap harga dapat dikendalikan karena kenaikan pada komoditas, seperti cabai dan bawang dinilai terlalu tinggi. Ia juga berharap agar pemerintah lebih memperhatikan pedagang dan petani serta mencegah penimbunan pasokan.
Sedangkan Ghani merekomendasikan agar antisipasi dilakukan lebih awal. “Sebelum Nataru, mungkin sejak Oktober harus mulai disiapkan langkah antisipasi,” katanya. Pihak terkait berharap lonjakan harga kebutuhan pokok tidak terus terjadi setiap tahun, terutama menjelang pergantian tahun. Kebijakan pengendalian harga dinilai penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan keberlangsungan UMKM di berbagai daerah.